Lihat ke Halaman Asli

Jasmine

TERVERIFIKASI

Email : Justmine.qa@gmail.com

Jahannam

Diperbarui: 13 Januari 2017   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar: playbuzz.com

[Kisah]Sebelumnya...

...o0o...

Tentu saja tak ada deriap gemerincing Panyembrahme, tetarian indah untuk menyambut kedatangan tamu. Ini sama sekali tak ada penyambutan, karena aku bukan tamu agung, apalagi kedatanganku terjadi dengan cara yang amat hina. Ditelanjangi, dibelenggu rerantai baja memerah jingga bergelora bara, lalu diseret-seret hingga ragaku tak berbentuk lagi. Jangan tanya sakitnya. Sebab takkan ditemukan padanan katanya di dunia ini untuk menggambarkan deritaku tak terkira...

“Selamat datang di Neraka, wahai Fulaknat!” suara itu menggelegar, telinga sesiapapun pasti pecah terpapar. Demikian juga dengan sepasang telingaku yang seketika itu melelehkan lava nanah.

“Benarkah ini Neraka?” kurasa aku telah mengajukan pertanyaan. Entahlah, sebab mulutku hitam berbilur luka, ludah panas tak henti menetes, lidahku pun terbelah-belah, sedang gerigiku gosong semua.

“Tak ada keraguan lagi. Welcome to Jahannam. Inilah Jahannam, tempat yang telah diciptakan Tuhanmu dan telah dinyalakan sejak 1000 tahun sehingga menjadi merah. Kemudian dilanjutkan 1000 tahun lagi sehingga menjadi putih. Dan 1000 tahun lagi sehingga menjadi hitam, hitam yang sangat gelap dan tak pernah padam nyala dan baranya,” suara itu kembali membahana.

Dengan sisa tubuh yang masih ada, kukuatkan untuk merayap, mendekati arah suara itu. Tak yakin dimana bola mataku, mungkin telah tercabut, atau masih berada dalam rongganya yang keropos, aku gagal dan terus gagal menjumpai pemilik suara yang tak berbasi-basi itu.

“Kumohon... keluarkan aku dari tempat ini. Lihatlah, duhai Tuan, lihat tubuhku tak lagi berbentuk, maka akan hancur leburlah aku bila setetes bara itu mencium tubuhku.”

“Setetes bara, katamu? Begitukah menurutmu?” Suara itu bertanya sinis. Senyum sumir yang mengerikan pasti timbul di wajah si pemilik suara halilintar itu, andai seutas cahaya dapat kutangkap di tempat anyir berkabut kegelapan ini.

“Kumohon...,” ratapku dengan perih nan tak tertahankan. Ketakutkanku memuncak. Sakit menggigit sekujur tubuhku. Walaupun begitu aku masih bisa menerbitkan nyali memohon belas kasih. Aku sungguh tak ingin berada di sini, terlebih mengetahui tentang panas Neraka yang tanpa ampunan. Tidak!

“Diam kau, Fulaknat! Dan dengarlah! Jangankan setetes saja, bahkan andaikata Jahannam terbuka sebesar lubang jarum, niscaya panasnya akan membakar seluruh penghuni dunia!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline