Lihat ke Halaman Asli

Rintik Terakhir

Diperbarui: 30 Oktober 2015   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kali pertama kita bertemu di bawah rintik hujan , aku tahu bahwa kita telah terjebak di sebuah kisah yang sama.

Kali terakhir kita bertemu di bawah rintik hujan , aku tahu bahwa kau dan aku mempunyai kisah yang berbeda akhir.

Tidak ada kata yang terucap dari dirimu , tidak ada untaian kalimat yang menopangmu, bahkan senyum itu hilang begitu saja. Aku menatap bola mata mu, menyadari binar-binar yang pernah ada , kini hilang digantikan kekosongan diri. Terkungkung oleh segala asa yang memblenggu.

Dan menyadari bahwa, riak di bola matamu diliputi kesedihan yang mendalam.

Mengenggam tanganmu, menyadari bahwa luka yang timbul di antara kau dan aku tidak sesederhana yang kita kira.

Apakah kau mengerti, bahwa kita seperti tengah membirukan senja yang berwarna merah? Atau seperti filosofi mu tentang hujan, bahwa setiap tetes hujan yang mengalir - sama dengan pengulangan kata klise tentang cinta?

Mengertikah kau bahwa seperti membirukan senja yang merah ataupun rintik yang mengalir takkan mengubah sesuatu di antara kita?

Tanpa kau sadari, kau mengenggam erat tanganku dan menatapku. Tatapan segelap malam, yang mampu membiusku, terjebak hanya antara kau dan aku.

Dan kau berkata kepadaku : "Mawar tidak akan menjadi hitam karena layu, sebaliknya mawar akan menjadi hitam ketika terlalu banyak disiram. Akulah mawar itu. Maafkan aku."

Genggaman tangan mu melemas, menamparku ke realita bahwa binar dimata mu tidak lagi diganti dengan kekosongan melainkan kehampaan untuk selamanya.

 

Dan sadarlah aku, bahwa saat itu rintik hujan menjadi saksi bisu pertemuan kita yang terakhir.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline