Lihat ke Halaman Asli

Rumah Kerinduan

Diperbarui: 8 Februari 2018   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Apa saya ini gembeng ya, tiap mengingat yang namanya true  love, mata saya pasti menggenang. Bayangkan semua momen yang baik pasti  menyublim dalam benak, menertawai kebodohan demi kebodohan jika Tuhan  teramat menyayangi kita namun dengan angkuhnya terkadang kita siwak.

Jadi penyadaran itu teramat lama, uang sekolahnya teramat  mahal, sehingga dalam hidup, pernah dikirimi bidadari kecil yang menjadi  guru hidup dengan mengajarkan : yang baik itu baik, tempatnya baik dan  yang jelek kelak akan menjadi baik dan tempatnya juga baik. Tidak ada  air kotor, yang ada air terkotori. Ia mengajari makna cinta tanpa  syarat, keikhlasan yang paling dalam. 

Dan guru saya tidak lama mengajari ini, hanya 6 tahun  sebelum balik kesana, sebuah tempat dimana haru biru kesakitan hilang  dalam lautan cintaNya. Orang bisa saja menyebutnya surga, atau nirwana,  saya menyebutnya rumah kerinduan, tempat dimana adinda menanti saya dan  mamanya dengan penuh harap. Itulah sebabnya, saya menganalogikan tempat  yang baik harus ditempuh baik pula, dijalani dengan laku baik, sehingga  kadang saya dan mamanya adinda menjadi acuh dengan apa yang kami dapat,  acuh untuk menjadi apa, tapi concern akan berlabuh kemana akhirnya  perjalanan ini.  Dan kami yakin semua perjalanan akan berakhir di rumah  kerinduan. Sehingga perjalanan ini kami sebut "jalan sunyi" sebuah awal  dan akhir yang berujung sama yaitu sunyi.

#forsabtupahing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline