Lihat ke Halaman Asli

Abdul Karim

Pegiat Sosial

Degradasi Media Sosial karena Hoaks

Diperbarui: 8 Juli 2018   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Suatu saat, pada era informasi sebagai  komoditas, para pemilik media massa mainstream benar-benar mengeksploitasi ruang media massa dengan motif ekonomi. Berita-berita yg ditampilkan tidak lagi murni sebagai informasi yang mencerahkan khalayak dan mengungkap fakta, tetapi lebih pada sensasional agar lebih mudah menarik minat masyarakat. Maka judul-judul berita yang bombastis, gambar-gambar yg horor dan kata-kata yang vulgar menjadi hiasan utama lembaran media massa. Awalnya masyarakat tertarik dengan hal itu.

Tetapi keampuhan media massa menarik peminat dg cara menjual sensasi tidak bertahan lama setelah muncul media alternatif yang tiba-tiba datang dari samping, merayap secara diam-diam, yaitu social media. Melalui socmed, masyarakat mendapatkan informasi yg berbeda dengan apa yg dialirkan oleh media massa beneran. Kadang lebih lebih cepat, lebih benar dan lebih menarik.

Bulan madu masyarakat dengan socmed ternyata juga tak bertahan lama setelah muncul satu kosa kata baru "HOAKS".

Desain HOAKS yang sedemikian canggih membuat orang banyak tertipu dan salah paham. Materi HOAKS tidak tanggung-tanggung, menyangkut tokoh-tokoh dunia dan materi-materi yang super sensitif seperti SARA, Politik, dan urusan pribadi.  

Saya pernah mambaca berita mengenai serombongan Pastur yang secara bersama-sama memeluk Islam. Pernah juga diberitakan bahwa Bu Mega bilang tidak membutuhkan pemilih Muslim. Ada lagi kabar mengenai China yang berencana meledakkan bulan. ternyata semua itu HOAKS,  Terakhir ada berita mengenai calon presiden dari 212 TGB yang ternyata mendukung Jokowi.  Saya menganggap berita ini HOAKS, sebelum beberapa hari kemudian muncul versi lain yang menepis HOAKS itu.

HOAKS, dengan kebohongannya yang kelewatan lama-lama membuat orang MUAK.  Namun menumbuhkan kesadaran baru. Orang orang yang tadinya RAJA COPAS tiba-tiba menjadi lebih sabar dan lebih bijak dalam mencerna informasi. Tidak mudah percaya dan selalu menunggu untuk konfirmasi dengan beberapa opini lain, sebelum memutuskan untuk percaya atau tidak percaya pada suatu informasi. Sebelum memutuskan untuk reposting atau recycle bin .

Saya pribadi punya cara mengkonfirmasi yang efektif yaitu menunggu breaking news televisi dan surat kabar yang kredible. Itupun harus ada gambar dan pernyataan verbal, tidak hanya sekedar narasi yang diucapkan reporter. Dalam kasus HOAKS TBG, saya percaya bahwa beliau ternyata mendukung Jokowi setelah menonton siaran televisi yang menampilkan gambar TBG sedang mengucapkan kata-kata yg secara implisit mendukung informasi yang saya kira HOAKS tersebut.

Media Social mulai saat ini, bagi saya tidak lagi menjadi media alternatif. Karena ternyata media social bisa jauh lebih "ngawur" dibandingkan dengan media massa resmi. Dan kalau media social tidak mengubah diri, ia akan degradasi ke level bawah.

Banjarbaru, 8 Juli 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline