Lihat ke Halaman Asli

Jarang Makan

Freelancer

Puisi Kisah Cinta di Papuma

Diperbarui: 2 Maret 2024   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Laju angin laut membelai helai rambut.
Butiran pasir putih menggelitik lembut.
Panas mentari Papuma membakar semua kemelut.
Gairahku membuncah, pantang langkah menyurut.
 
Melepas penat, aroma ikan bakar menggoda.
Rona wajah itu mengguncang dunia.
Saat langkah itu mendekat, tsunami kegembiraan melanda.
Aku seperti putri yang dihampiri kesatria.
 
Pertemuan ini tiada terduga.
Pertemuan berikutnya batu malikan jadi saksi kita.
Dari balik kaca mata hitam pengakuanmu terlontar.
Mataku berbinar dan seluruh sendiku bergetar.
 
Kita memulai hari merajut angan.
Bergelut dengan dinamika berbalut beragam perasaan.
Hingga takdir membawa ke sebuah persimpangan.
Teriring deru ombak lautan, terucap lirih sebuah perpisahan.
 
Di bawah naungan langit senja yang sepi sendiri.
Buih-buih ombak berdatangan menemani.
Membisikkan sepotong asa di esok hari.
Selalu ada cita dan cinta untuk dicari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline