Aku dan Kamu
Hujan kerap meromantiskan kita ya ?
Harum permukaan bumi teratas yang basah menyerbu hidung, sakitnya bukan karena itu tapi karena dingin. Kabut kelam disertai dingin melatari cerita sore itu, ya, Bandung sedang hujan-hujannya. Dan kita sedang romantis-romantisnya satu payung berdua.
Kendati romantis satu payung berdua, aku memilih tak berpayung esoknya. Hujan-hujanan denganmu, Manis, kuramalkan pastilah menyenangkan. Guyuran air hujan membasahi tubuh rampingmu semakin tampak. Kalau mereka bilang Semesta dan Wanita adalah hal yang paling indah, Hujan dan Kamu adalah racikan keindahan tersempurna parah. Aku sedang tidak merayu, tanpa itu pun kamu rela menanggalkan pakaianmu hadapanku. Aku hanya sedang berangkuh,
“Jadi, kamu suka hujan?” tukasmu,
“Tidak, aku hanya suka diriku.” tapi sebenarnya aku tak suka kamu mengeluhkan becek mengotori kemeja putihmu atau sepatumu.
“Jadi kamu tak suka hujan?” tanyaku,
“Aku tak suka apapun selain diriku sendiri,”
“Jadi, aku ini apa?”
“Apa?” lalu kamu keluhkan air cokelat yang kotori sepatu dan ujung celana jeans selama berjalan tadi. Kamu keluhkan aku yang tak memayungimu. Kamu keluhkan awan yang menggumpal abu.
Hujan dan Hujan
Sementara aku mencoba dengan susah payah agar tak mengeluhkan apapun, meski setiap kali kita harus terpisah pun.