Lihat ke Halaman Asli

Wartawan Blitar Bantah Tudingan Pungli Rp. 3,3 M Untuk Publikasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1425038332164379690

[caption id="attachment_353263" align="aligncenter" width="567" caption="Wartawan se Blitar Raya menyatakan, keberatan atas pernyataan Kedas Kebonduren, Koordinator AKD dan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar terkait tudingan Pungli dana ADD Rp. 3,3 miliar. Foto : JAPRAK"][/caption]

BLITAR, KOMPASIANA – Pernyataan Ali DM, Kepala Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok Kabupaten dan Nur Kamim, Koordinator Aliansi Kepala Desa (AKD), juga Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Wasis Kunto Admojo, terkait tudingan pemotongan dana ADD untuk Publikasi sebesar Rp. 3,3 M dari 220 desa  atau Rp. 15 juta per desa seperti diberitakan di media online Sindo.com, News.Okezone.com, dan BeritaJatim.com juga di beberapa media online lainnya pada Rabu ( 25/2 ) dan Jumat (27/2), dinilai tidak berdasar atau asal Jeplak. Hal tersebut disampaikan Ketua Gerakan Pembaharuan Indonesia ( GPI ), Joko Prasetyo saat memimpin rapat koordinasi bersama sedikitnya 50 wartawan, TV, Radio, Cetak dan Online se Blitar Raya pada Jum’at siang (27/2) di Lesehan Endah.

Mengutip pemberitaan di News.Okezone.com pada Rabu (25/2), Kepala desa se Kabupaten Blitar meresahkan wacana pemotongan alokasi dana desa (ADD) tahun 2015. Berdasarkan instruksi Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas), desa harus merelakan ADD Rp350 juta per Desa dipangkas Rp15 juta.

"Terus terang ini meresahkan. Sebab tidak ada dasar hukum dan juklak juknisnya," dikatakan Ali DM juru bicara Asosiasi Kepala Desa (AKD) yang juga Kades Kebonduren, Kecamatan Ponggok kepada wartawan News.Okezone,com

Dari jumlah 220 desa di kabupaten Blitar, total pungutan liar yang terkumpul mencapai Rp3,3 miliar. Dana tersebut akan digunakan sebagai modal belanja publikasi. Bapemas telah merangkul sekitar 50-an media massa harian cetak, mingguan, elektronik radio dan televisi.

Secara teknis, setiap media cetak harian akan mendapat jatah dana publikasi sebesar Rp. 6 juta per desa. Media mingguan sebesar Rp4 juta per desa, dan media elektronik radio dan televisi lokal sebesar Rp3 juta per desa.

Hal senada juga disampaikanKoordinator Aliansi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Blitar, Nurkhamim,  Jumat (27/2) kepada wartwan SindoNews.com. Bahkan Nur Khamim sepakat akan boikot atau menolak ADD 2015. Itu bila Bapemas Kabupaten Blitar tetap memaksakan pemotongan tersebut.

Lebih Lanjut Koordinator AKD ini kepada SindoNews.com mengatakan, para kadesmengaku khawatir bila tetap dipaksa mematuhi instruksi itu. Sebab pemotongan ADD untuk belanja publikasi tidak memiliki dasar hukum yang jelas.Untuk itu para kades memilih tidak akan menuntaskan APB Des yang merupakan syarat dasar untuk pengelolaan ADD dan bantuan APBN lainya.

Dia juga menyampaikan, proyek pengamanan media massa tersebut tidak lebih dari ajang bancakan berburu keuntungan. Dan dalam masalah ini para kades akan mengadukan permasalahan tersebut secara resmi ke Bupati Blitar, Herry Noegroho.

Sementara Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Wasis Kunto Admojo menegaskan, bahwa pemotongan ADD untuk belanja publikasi adalah wacana ngawur.Kalaupun nanti eksekutif ( Bapemas Kabupaten Blitar.Red ) nekat meloloskan, pihaknya ( legislative ),tetap akan menentangnya.Tidak hanya menuding melanggar kepatutan, Politisi dari Partai Gerindra ini juga menyatakan siap membawa persoalan ke ranah hukum.

“Ini jelas ngawur dan menabraki azas kepatutan. Lagipula tidak ada dasar hukumnya.Kalau memang nekat dilakukan, biarlah aparat penegak hukum yang menangani “ tegasnya.

Menanggapi pernyataan Ali DM, Kepala Desa Kebonduren, dan Nur Kamim, Koordinator AKD juga anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Wasis Kunto Admojo, terkait tudingan pemotongan dana ADD untuk Publikasi sebesar Rp. 3,3 M dari 220 desa  atau Rp. 15 juta per desa tersebut. Sedikitnya 50 wartawan TV, Radio, Cetak dan Online se Blitar Raya, dalam rapat koordinasi yang digelar secara mendadak di Lesehan Endah, Jum’at (27/2), sepakat membantah dan keberatan atas tudingan seperti diberitakan dibeberapa media online tersebut. Dan menilai bahwa mereka tidak memahami Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa.

Dikatakan Ketua LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia ( GPI ), Joko Prasetyo saat memimpin rapat kordinasi dengan para wartawan, pernyataan yang dilontarkan Kepala Desa Kebonduren, Koordinator AKD dan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar tidak benar dan tidak berdasar. Justru dia menilai, mereka tidak memahami Undang Undang RI Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa.

Menurutnya, sudah jelas dalam Undang-undang RI Nomor 6 tahun 2014, pada paragraf 3 tentang Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa Pasal 82 ayat (1) dikatakan, Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai Rencana dan Pelaksanaan Pembangunan Desa, ayat (4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa ( RPJM Des ), Rencana Kerja Pemerintah Desa ( RKP Des ), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APB Des ) kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 ( satu ) tahun sekali.

“  Dari penjabaran UU nomor 6 tahun 2014 tersebut, sudah jelas kalau menyampaikan informasi rencana pembangunan desa kepada masyarakat  melalui publikasi tidak melanggar aturan. Justru kami khawatir kalau mereka menolak adanya publikasi akan terjadi penyimpangan, karena tidak adanya pengawasan dari masyarakat,” tegas Joko Prasetyo

Lebih lanjut Ketua GPI ini meminta dan menyarankan agar Kepala Desa Kebonduren, Koordinator AKD wilayah Barat dan Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar untuk membaca dan mempelajari Undang Undang Nomor 6 tahun 2014, tentang Desa.

“ Baca dan pelajari dulu Undang-undangnya, jangan asal komentar dan menuding yang tidak-tidak,” pungkasnya.
.

Secara terpisah disampaikan Plt. Kepala Bapemas Kabupaten Blitar, Joni Setiawan, S.Sos, M.Si, tidak ada wacana pemotongan ADD. Dia hanya menyarankan para Kades menyisihkan Rp15 juta dari ADD untuk belanja publikasi. Sebab setiap desa perlu mempublikasikan potensi wilayahnya dan masyarakat berhak mengetahui penggunaan dana ADD, dan aturannya juga sudah jelas.

"Tidak ada pemotongan. Bapemas hanya menyarankan kepada para kades untuk belanja publikasi. Yang pasti dana ADD bisa digunakan apa saja, termasuk belanja publikasi, " jelas Joni saat dikonfirmasi melalui telpon seluler. ( FJR )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline