COPAS I (ringkasan) Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution, menyatakan bahwa, Sistem pendanaan aksi terorisme di Indonesia diduga mengalami pergeseran. Awal tahun 2000, para teroris memperoleh dana dari luar negeri. Belakangan, sumber dana bergeser melalui fa'i (kejahatan yang hasilnya digunakan untuk berjihad). Tahun 2000-an, dana dari luar negeri dikirim baik melalui kurir Al Qaeda ke pelaku teror di Indonesia, lalu dikembangkan sistem fa'i, seperti di Serang dan daerah lainnya, untuk mencari dana, menggunakan fa'i. [caption id="attachment_191584" align="alignright" width="300" caption="doc roda-roda.com"][/caption]
Fa'i ini dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari pencurian, perampokan, hingga meretas situs trading forex. Cara yang paling sering digunakan adalah merampok toko emas. Sementara meretas situs trading forex merupakan cara terbaru yang digunakan kelompok teroris. Seperti yang dipakai Rizki Gunawan untuk mendanai aksi bom bunuh di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo, Jawa Tengah, dan pelatihan militer di Poso, Sulawesi Tengah. Rizki berhasil mengeruk dana Rp7 miliar dari hasil peretasan tersebut.
Selain itu, jaringan teroris menggalang sumbangan dari kalangan internalnya. Simpatisan juga dari organisasi di lapangan, ada kewajiban untuk menyetor sebagian dari penghasilan, seperti perampokan di Poso sebagian disetor ke pimpinan Jamaah Islamiyah di pusat untuk aktivitas mereka. Mereka juga menjual barang-barang yang bernilai ekonomis, seperti herbal dan makanan lain. Belakangan, mereka juga melakukan pencucian uang hasil fa'i. Ini dilakukan untuk menutupi perbuatan ilegal mereka. Mereka menggunakan uang hasil fa'i untuk membeli sejumlah aset. Kalau diperlukan bisa dijual segera seperti rumah, mobil, motor. Kalau dibutuhkan dana-dana untuk teror bisa dijual, jadi tidak ada hambatan karena legal.
COPAS II Narcoterrorism, di Indonesiakan menjadi Narkotika Terorisme, selama belum ada istilah yang tepat untuk itu, maka kita gunakannarcoterrorism (walau untuk sementara) dan selanjutnya kita bisa juga gunakan istilah sexual narco-terrorism. Dengan demikian, narco-terrorismadalah (bisa dijelaskan) sebagai penggabungan-menggabungkan kejahatan (tindak kriminal) narkotika dan tindakan-tindakan teror dan terorisme. Keduanyasaling berkait dan membutuhkan; para pelaku kriminal (penjahat) narkotika menggunakan jaringan - sel-sel teroris untuk mengedarkan narkotika; dan hasil penjualannya, digunakan untuk membiayai aksi-aksi teror. Bisa jadi, sang penjahat tersebut sebagai pengedar narkotika sekaligus teroris.
Tidak sedikit para pelaku narcoterrorism tersebut, bertopeng pada perkawinan (dengan perempuan baik-baik), sehingga isteri (dan keluarga besarnya) mereka sebagai topeng; atau mereka sekaligus menjadi para pelaku penjual manusia (perempuan), dan lain sebagainya; atau bahkan sebagai penculik perempuan dan memperkosanya. Dengan demikian, telah terjadi penggabungan kejahatan narkotika - terorisme - dan kejahatan sexual, sehingga menjadi sexual narcoterrorism. Tingginya penggunaan (konsumer) Narkotika di Nusantara serta relatif mudahnya pergerakan kaum radikal (yang berlanjut pada asksi-aksi terorisme) di RI, agaknya telah menjadi ladang subur pertumbuhan narcoterrorism dansexual narcoterrorism.
Copas di atas menunjukan dengan jelas sumber dana operasional para teroris di Indonesia, yaitu fa'i (kejahatan yang hasilnya digunakan untuk berjihad) dan narco-terrorism. Copas di atas juga mempunyai sisi lain, yaitu pertama gerakan jihad (dengan cara brutal - kekerasan atas nama agama), sebetulnya tak ada tempat di/dalam hati umat Islam di Indonesia; bayangkan saja jika 10 juta umat Islam (saja) mendukung mereka, wah, Nusantara sudah tak terbentuk; kedua, para teroris tersebut, telah kehilangan rantai pendanaan dari luar negeri; sehingga mereka mendanai diri dengan dengan melakukan kejahatan atau tindak kriminal. Karena secara relatif, tak ada dukungan idiologis (kecuali dari segelintir kaum radikal) dan pendanaan dari dalam negeri tersebut, akan sedikit mempermudah densus 88 menghabisi mereka.
Secara etis, kebenaran memang harus ditegakkan oleh siapa dan di mana pun; apalagi yang menyangkut kebenaran spiritual (yang diajarkan oleh agama-agama), tetapi perjuangan untuk menegakkannya, bukan diawali dengan kejahatan, kekerasan, dan darah.
Kebenaran (dari kata benar) dapat bermakna tindakan dan kata-kata yang jujur dan benar; sesuai dengan asas-asas yang berlaku; dan diterima secara universal oleh (hampir) seluruh umat manusia. Kebenaran juga bisa berarti ungkapan atau tindakan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Benar dan kebenaran yang diterima secara universal tidak terpengaruh oleh sikon apapun, sehingga ada ungkapan bahwa kebenaran harus ditegakkan biarpun dunia runtuh.
Seringkali kebenaran hanya dimaknai dalam hubungan dengan kata-kata dan tindakan seseorang, sehingga muncul ungkapan seperti ia bertindak benar ataupun mereka berkata-kata dengan benar. Padahal, benar dan kebenaran menyangkut atau berhubungan dengan banyak hal, misalnya ajaran-ajaran agama, hukum, sosio-kultural dan iptek. Dengan itu, kebenaran selalu dihubungkan dengan ruang lingkup sikon yang mengikutinya; misalnya kebenaran hukum, kebenaran iptek, kebenaran matematis, kebenaran Ilahi, dan lain sebagainya.