Lihat ke Halaman Asli

Mengejar Adipura, Masuk Penjara

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1332323946881417400

Piala Adipura, merupakan penghargaan drai pemerintah Pusat (RI) kepada (masyarakat dan pemerintah) kota-kota di Indonesia yang berhasil menata kebersihan serta pengelolaan lingkungan.  Program yang diselenggerakn oleh Adipura Kementerian Negara Lingkungan Hidup tersebut, telah dilakukan sejak tahun 1986 telah mendorong pemerintah kota di Nusantara agar melakukan penataan pada banyak hal.

Dengan Kriteria Adipura (agar bisa menerima Adipura), yaitu kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota serta pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap; tentu saja, kota yang akan atau mau menerima Adipura, harus melakukan banyak upaya - kerja - karya bersama.

Agar semua kota di Nusantara ada peluang menerima - mendapat Piala Adipura, maka penyelenggara (Tim Penilai) membagi kota (calon) penerima menjadi empat kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001 - 1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai dengan 100.000 jiwa).

13323255091502731366

Tentu saja, kota yang ingin menerima - mendapat Adipura, harus terjadi peran serta masyarakat (mereka bisa ikut terlibat jika ada edukasi komunitas) untuk  penataan kota; aparat pemerintah kota pun harus membenahi diri sehingga tampil sebagai pamong rakyat.

Sayangnya, Program (memberi - mendapat) Piala Adipura yang bagus tersebut, ternyata telah menjadi suatu alat - kendaraan politik-politis oleh (tidak sedikit pemerintah kota, walikota atau pun bupati).  Tidak sedikit walikota/bupati yang gunakan keberhasilan menerima-mendapat Piala Adipura, sebagai salah satu keberhasilan (pribadi)nya, ketika mau terpilih kembali (dalam/pada waktu pilkada)

Karena memberi muatan politik/is itulah, maka (lihatlah kasus Walikota Bekasi Mochtar dinyatakan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi. Antara lain menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan APBD tahun 2010, menyalahgunakan anggaran makan minum sebesar Rp639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp500 juta). Mungkin saja, si Walikota ini berharap, agar dengan keberhasilan menerima-mendapat Adipura, maka pamor dan populeritasnya semakin naik, serta diterima oleh berbagai lapisan Kodya Bekasi.  Sayangnya, ia masuk penjara karena upaya mengejar Piala Adipura tersebut.

13317950432089036650

Terungkapnya kasus Bekasi tersebut, seharusnya menjadi pembelajaran kepada semua pemerintah kota (bupati-walikota) di Nusantara.

Menerima - mendapat Piala Adipura, adalah harapan semua pemerintah kota dan kebanggaan rakyat kota, akan tetapi jangan sampai pengharapan dan kebanggaan tersebut datang dari cara-cara yang tak ramah lingkungan; cara kotor yang lebih berbau dari sampah terbau.

Kriteria kota penerima-mendapat Adipura yang berhasil menata kondisi fisik lingkungan perkotaan, kebersihan dan keteduhan kota serta penataan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap; memang tak bisa tercipta dengan cepat, namun butuh proses. Proses tersebut melibatkan semua elemen komunitas masyarakat serta pemerintah kota; dan pastinya ada kerja sama semua pihak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline