Lihat ke Halaman Asli

Hubungan Agama dan Negara

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13429678112111459455

Bagian I

1 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. 2 Sebab itu siapa yang melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. 3 Sebab jika seseorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah engkau hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan engkau akan beroleh pujian darinya. 4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah kepadanya, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. 5 Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena murka Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita. 6 Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. 7 Bayarlah kepada semua orang apa yang wajib kamu bayar: Pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat, [Roma 13: 1-7, PB TB Edisi 2, LAI 1977].

Bagian-bagian teks Alkitab di atas, pada umumnya, difungsikan oleh Gereja-gereja dalam rangka menghantar umat agar taat dan tunduk kepada Negara dan pemerintah. Pengfungsian tersebut terjadi karena ada kata-kata “… harus takluk kepada pemerintah … sebab pemerintah … berasal dari Allah; dan … ditetapkan oleh Allah.” Kemudian dilanjutkan dengan konsep ketaatan yang mutlak kepada kekuasaan pemerintah. Dan jika ketaatan mutlak tersebut, terjadi maka akan (bisa) berdampak pada kehidupan rakyat mempunyai konsep penerimaan total semua kebijakan pemerintah, walaupun melanggar HAM; adanya pembatasan dan penindan; bahkan tak sesuai dengan nilai moral dan etika berbangsa serta bernegara.

Selayaknya umat beragama (dan warga Gereja) juga perlu memahami bahwa tak semua pemerintah memerintah sesuai dengan kehendak dan ketetapan TUHAN Allah. Ada pemerintah yang mendapat kekuasaan dengan cara-cara licik, tidak demokratis, kudeta, maupun penyingkiran (dan juga pembunuhan terencana) terhadap lawan politik, pertumpahan darah, dan lain-lain sebagainya.

Model pemerintahan seperti itu, apakah juga berasal dari dan ditetapkan TUHAN Allah?

Narasi-narasi kuno dalam Alkitab, secara khusus Kejadian 1:1 - 11:9, sedikit memberi informasi tentang awal mula segala sesuatu, hidup dan kehidupan, kemudian mengungkapkan aspek-aspek yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya. Pada bagian tersebut, juga terungkap keinginan manusia untuk menjadi seperti TUHAN Allah, sehingga mereka jatuh ke dalam dosa dan mendapat penghukuman, band Kejadian 3:1-24. kemudian manusia menjadi makhluk yang tidak dapat tidak berdosa,akan tetapi, walaupun manusia (dan keseluruhan ciptaan) mendapat penghukuman TUHAN Allah, Ia tidak mencabut kemampuan mereka untuk mengembangkan hidup dan kehidupan.

Karena itu, menurut penyusun kitab Kejadian, manusia mampu menghasilkan unsur-unsur budaya dalam rangka mengembangkan hidup dan kehidupan mereka, band Kejadian 4:1-26. Dan hal-hal pertama yang mereka kembangkan adalah pengelolaan tanah atau pertanian (Kain), peternakan (Habel), penyembahan kepada Ilahi (Kain dan Habel), kemudian membangun kota (Henokh). Kain membangun kota dan diberi nama sesuai nama anaknya yaitu HenokhHenokh adalah kota pertama yang disebut dalam Alkitab. Tentu saja dalam kota tersebut, berdiam komunitas masyarakat yang sarat dengan berbagai aspek-aspeknya, termasuk struktur dan tatanan kekuasaan ataupunpemerintahan (negara) kota atau polis.

Adanya negara kota seperti itu, agaknya merupakan ciri khas masyarakat (Timur Tengah) pada masa lalu. Pusat kekuasaan dan pemerintahan ada pada pemimpin-pemimpin atau atau raja-raja. Namun, nama-nama mereka tak dicatat dalam Alkitab. Nantinya, pada masa Nimrod (Kejadian 10:8-12), ia disebut orang yang pertama kali berkuasa di Bumi; serta kerajaannya membentang dari pantai teluk Persia sampai wilayah hulu sungai Efrat dan Tigris (dataran Mesopotamia).

Dari hal-hal di atas, bisa diambil kesimpulan sederhana bahwa, manusia dapat mengembangkan hidup dan kehidupan karena TUHAN Allah tidak mencabut kemampuan mereka untuk hal tersebut; dalam kerangka mengembangkan hidup dan kehidupan tersebut, manusia membangun kota yang di dalamnya ada komunitas masyarakat. Komunitas masyarakat yang di kota tersebut, mengalami penataan sehingga mencapai keteraturan dan keselarasan sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Dan yang melakukan penataan tersebut adalah, disebut pemerintah.

Pada konteks itu, pemerintah (sesederhana apapun bentuknya)mempunyai atau memiliki kekuasaan (dan berkuasa) terhadap masyarakat atau rakyat yang dipimpin. Di sini, jelas bahwa pemerintah (dhi. Negara) tidak dibentuk oleh TUHAN Allah, melainkan manusia. Manusia membentuk negara (dan juga alat-alat kekuasaan, misalnya militer serta sistem pemerintahan) untuk memerintah serta menaklukkan, berkuasa, menguasai sesamanya. Padahal, TUHAN Allah tak memberikan mandat kepada manusia untuk berkuasa dan menguasai sesamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline