Lihat ke Halaman Asli

Kita, Korea dan Nyai Ontosoroh

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Antusias! Itu adalah yang ada di benak saya ketika mendengar adanya penawaran dari Pemerintah Korea Selatan untuk mengikuti sebuah short course di negeri ginseng itu. Waktu antara datangnya informasi tersebut dengan jadwal dilaksanakannya short course sangat singkat, kurang lebih tiga minggu. Dengan segera saya menyiapkan aplikasi yang dibutuhkan dan menjalani seleksinya. Hingga akhirnya saya mendapatkan invitation letter dari Pemerintah Korea Selatan untuk mengikuti pelatihan "Government Innovation Training" pada 12 - 27 April 2012 yang lalu.

Bagi saya Short course di Korea ini adalah pengalaman pertama kalinya menginjakkan kaki di negeri yang sama sekali berbeda bahasa dan budayanya. Saya sangat merasa beruntung mendapatkan kesempatan ini, karena tidak semua PNS berkesempatan mengikuti short course ini. Hanya sebanyak delapan belas orang PNS yang mengikuti pelatihan ini, dua di antaranya adalah utusan dari Pemerintah Daerah.

BERAWAL DARI SEJARAH YANG HAMPIR SAMA

Saat ini siapa yang tidak mengenal Korea? Hampir semua orang akan mengenalinya dari produk-produknya yang mendunia. Tapi mungkin belum semuanya mengetahui bahwa sebagai sebuah bangsa, Korea pun memiliki sejarah yang kelam, bahkan mungkin lebih buruk dari yang pernah kita alami.

Sama seperti bangsa kita, Korea pernah mengalami masa kolonialisasi, meskipun lebih pendek dari yang pernah kita alami. Jika bangsa kita dijajah oleh bangsa Eropa selama kurang lebih 350 tahun ditambah dengan pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, maka Korea mengalami dijajah oleh tetangga mereka sendiri, Jepang, selama 35 tahun. Hampir bersamaan dengan Indonesia, dua hari sebelum kita memproklamirkan kemerdekaan mereka juga memanfaatkan momentum kalahnya Jepang dari sekutu untuk memerdekakan diri.

Setelah menyatakan diri sebagai negara Republik, waktu itu Korea belum terpisah menjadi dua bagian, Korea terjepit di antara dua kekuatan politik global, yaitu blok Komunis yang dipimpin oleh Rusia dan blok Sekutu yang dipimpin oleh Amerika. Karena posisi geopolitik yang strategis –Semenanjung Korea berbatasan langsung dengan Cina dan Rusia- Amerika dan Rusia pada 1947, tanpa sepengetahuan Korea, sepakat membagi Korea menjadi dua bagian.

Perang dingin antara dua blok besar dunia itu pula yang kemudian menyebabkan pecahnya perang Korea selama tiga tahun pada 1950-1953. Perang ini dikenang oleh rakyat Korea sebagai masa-masa sulit, karena saat itu seluruh infrastruktur hancur sehingga berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Perekonomian mereka compang-camping. Rakyat kelaparan, sedangkan dana yang dimiliki pemerintahnya telah habis untuk perang. Sehingga pada kurun waktu setelah perang Korea sampai dengan 1960an, mereka sangat bergantung pada bantuan negara lain terutama Amerika.

Perkembangan ekonomi Korea Selatan diawali dengan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Park Chung-hee pada 1961. Presiden Park dikenal sebagai diktator oleh rakyat Korea Selatan. Di sisi lain, Presiden ini juga dikenang rakyat Korea sebagai peletak pondasi perekonomian bangsa mereka.

Karena menyadari miskinnya sumber daya alam yang mereka miliki, Presiden Park mendorong rakyat Korea untuk bekerja keras bersama untuk meningkatkan derajat hidup mereka. Pada masa-masa awal Park memerintah para pekerja profesional dikirim keluar negeri agar Korea memperoleh pendapatan. Kemudian beberapa tahun kemudian industri di Korea didorong untuk tumbuh dan berkembang, sehingga lapangan kerja terserap dan rakyat memperoleh pendapatan. Taraf hidup mereka meningkat, dari pendapatan per kapita sebesar 67 US Dollar setelah perang Korea, menjadi kurang lebih 1000 US Dollar pada sekitar 1977.

Saat ini kita mengenal Korea tidak hanya dari produk-produknya yang mendunia. Terlepas dari beberapa krisis politik yang dialami negeri ini pada kurun waktu 1980 – 1990an dan krisis ekonomi yang dialaminya pada 1997 yang menular juga ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Korea secara ekonomi telah menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan secara ekonomi. Pada tahun 2007 sebelum krisis finansial global, pendapatan per kapitanya adalah sebesar 21.695 US Dollar. Meskipun sempat menurun, sejak 2009 angka itu kembali meningkat signifikan. Dengan pendapatan yang cukup besar itu, rakyat Korea saat ini begitu menikmati peningkatan kualitas hidupnya. Hal itu ditunjukkan dengan tumbuhnya budaya pop, Hallyu Culture, di kalangan generasi mudanya. Generasi muda kita juga tidak luput dari kegandrungan terhadap bintang-bintang K-Pop seperti SuJu.

MEREKA MEMANG PEKERJA KERAS

Sebelum pelatihan ini, terus terang saya tidak memiliki interest sama sekali terhadap negeri ini. Korea hanya saya kenal dari produk-produk IT-nya dan otomotifnya serta ginsengnya saja. Namun setelah saya berinteraksi dan mengalami sejenak kehidupan mereka, saya merasa kagum terhadap pencapaian mereka saat ini. Dari bangsa yang mengawali langkah yang kurang lebih sama, ternyata mereka telah jauh meninggalkan kita dan saat ini bangsa kita masih berjalan di tempat.

Saya memandang ada beberapa hal pokok yang menjadi titik kunci pencapaian mereka saat ini. Di antaranya adalah karena secara tipikal mereka memang benar-benar pekerja keras. Dengan menyadari kelemahannya bahwa alamnya tidak memberikan banyak kontribusi bagi kemakmurannya mereka menjadi terlecut untuk senantiasa bekerja untuk mewujudkan mimpinya. Mereka orang-orang yang optimistis yang tidak percaya bahwa kemakmuran hanya datang begitu saja tanpa kerja keras. Memang pada awalnya tidak mudah membangunkan mereka dari sindroma ketidakberdayaan, namun mereka beruntung memiliki pemimpin yang kuat yang berhasil membangkitkan mereka untuk bekerja, bekerja dan bekerja.

Hal lain yang membuat saya terkagum-kagum adalah meskipun kehidupan mereka terlihat sangat modern, namun sesungguhnya mereka sangat menjunjung tinggi etika dalam berperilaku. Di antaranya adalah penghormatan mereka yang sangat tinggi kepada orang tua, yang mereka sebut sebagai senior citizen, dan orang-orang cacat. Contoh yang sangat nyata adalah perilaku pengguna transportasi kereta bawah tanah atau subway. Di saat jalur subway yang saya naiki sangat penuh oleh penumpang, sudut-sudut yang disediakan bagi senior citizen, ibu hamildan orang cacat di setiap gerbong selalu kosong dan tersedia untuk mereka.

Yang paling membuat saya lebih terkagum-kagum lagi adalah keberhasilan mereka menghijaukan wilayahnya. Ketika dalam kelas yang saya ikuti ditunjukkan bagaimana pegunungan mereka yang begitu kering dan gundul setelah perang Korea, kondisi tersebut berbalik 180 derajat dibandingkannya dengan kondisi saat ini. Saat ini pegunungan dan ruang terbuka mereka sangat dipenuhi dengan pepohonan, yang terlihat sangat indah pada saat musim semi pada saat saya mengikuti pelatihan ini.

Saat berinteraksi dengan mereka saya mendapatkan cerita bahwa orang-orang Korea pada kurun waktu tahun 60an – 80an begitu intensif menanam pohon di wilayahnya yang gundul akibat perang. Anak-anak sekolah dilibatkan untuk menanam pohon. Anak-anak itu sekarang menjadi generasi produktif yang mulai terlibat dalam setiap denyut kehidupan Korea. Sehingga saat ini mereka sangat merasa memiliki dengan apa yang telah mereka lakukan di masa lalu dan menularkan kepada anak-anak mereka.

Bagi saya, keberhasilan mereka menghijaukan tanah mereka yang gundul itu menunjukkan betapa mereka tidak hanya bermimpi namun juga banyak bekerja. Hijaunya gunung mereka mencerminkan betapa mereka adalah pekerja keras dan orang-orang yang sangat optimistik. Mereka berhasil mewujudkan impian mereka sekaligus menunjukkan betapa etisnya mereka. Pada alam saja mereka sangat menghormati, terlebih pada manusia yang lain. Mereka tumbuh dalam harmoni, kerjasama, gotong royong. Nilai-nilai yang sebenarnya juga adalah nilai-nilai bangsa kita yang dulu pernah saya -dan juga tentu generasi saya- hapalkan sebagai butir-butir pengamalan Pancasila. Namun sayangnya nilai-nilai itu saya rasakan hanya tinggal dalam hapalan saja di kepala saya, dan mulai jarang saya rasakan muncul dalam kehidupan negeri kita yang belakangan semakin pragmatis.

SEBAGIAN PATUT KITA TIRU

Keberhasilan dan sisi positif Korea patut kita tiru. Mungkin belum dalam skala nasional. Namun dalam skala lokal atau yang lebih kecil yaitu keluarga, karena mungkin saat ini itu lah yang bisa kita lakukan.

Di sisi lain, karena sejarahnya yang begitu kelam di masa lalu membuat orang Korea terlihat sangat terluka dengan pengalaman buruknya dengan Jepang. Tidak hanya itu meskipun di kancah global mereka terkesan dekat dengan Amerika, sesungguhnya rakyat negeri ini sangat terluka dengan keputusan Amerika di masa lalu yang semena-mena memisahkan mereka dari saudara mereka di Utara. Di satu sisi pengalaman itu begitu efektif membangkitkan nasionalisme mereka, namun di sisi lain secara psikologis, rasa sakit hati yang berlebih tentu akan memberikan pengaruh yang kurang sehat dalam jangka panjang. Dalam hal ini karakter Nyai Ontosoroh dalam Tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer saya kira akan dapat menggambarkan suasana batin mereka.

Tentu selalu ada sisi baik dan buruk yang dari kisah sebuah bangsa. Dan kita lah yang memutuskan untuk mengambil manfaatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline