Senin (04 November 2024) pagi membawa kabar duka yang menggetarkan hati seluruh santri dan alumni Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga. Melalui grup WhatsApp, tersiar berita wafatnya guru tercinta kami, Ustadz Drs. KH. Solihin Hasibuan, M.Pd.I. Kabar tersebut disampaikan oleh Ustadz Kemas M. Ali dalam pesan suara yang penuh haru dan terisak, menggambarkan besarnya kehilangan yang dirasakan. "Bismillahirohmanirrohim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Kaum muslimin muslimat, terkhusus warga Kota Palembang Sumatera Selatan, kita menerima berita duka. Guru kita, Ustadz KH. Solihin Hasibuan, meninggal dunia pada pagi hari ini. Doakan beliau, mudah-mudahan diampuni segala dosa-dosanya dan ditempatkan di sebaik-baik tempat di surga Allah SWT," ucap beliau dengan suara berat menahan tangis.
Ustadz Solihin Hasibuan, yang telah mengabdikan hidupnya untuk pendidikan dan dakwah selama puluhan tahun, merupakan sosok yang dikenal rendah hati namun penuh wibawa. Beliau memulai pengabdian panjangnya di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga sejak 1987 hingga 2002. Sosoknya begitu lekat di hati para santri sebagai guru yang tulus mendidik dan memberi teladan. Setelah mengabdi lebih dari tiga dekade, beliau memutuskan untuk pindah ke Palembang, melanjutkan perjuangan dakwahnya di tempat baru. Di raudhatul Ulum penulis pertama kali berkesempatan mengenal beliau. Ayah penulis, yang kebetulan pernah satu almamater dengan Ustadz Solihin di IAIN (kini UIN) Raden Fatah Palembang, pernah berkisah tentang kebaikan dan kemampuan almarhum dalam berceramah.
Salah satu program di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga untuk semua santri adalah kegiatan muhadharah mingguan, di mana seluruh santri diwajibkan untuk tampil berbicara di depan umum. Kegiatan ini, mendorong santri untuk mengembangkan keberanian dan kemampuan berbicara yang baik, dengan harapan kegiatan ini dapat mencetak generasi mubaligh yang tangguh dan siap terjun ke masyarakat.
Ustadz Solihin adalah seorang guru yang berjiwa besar dan sangat peduli terhadap pendidikan moral serta kemampuan dakwah para santri. Ustadz Solihin selalu berusaha mengasah kemampuan santri dalam berdakwah dengan pembinaan yang intensif dan metode pengajaran yang efektif. Selain dari kegiatan muhadharah tersebut, beliau membangun sebuah lembaga khusus di pesantren yang dikenal dengan nama Lembaga Dakwah Al-Inqodz, sebuah wadah yang mengajarkan para santri retorika dakwah dan melatih mereka menjadi mubaligh yang profesional.
Almarhum sangat terlibat dalam setiap kegiatan lembaga tersebut, membimbing dengan sabar dan cermat agar para santri dapat memahami cara menyampaikan dakwah yang menyentuh hati. Lembaga ini menjadi tempat latihan bagi santri-santri yang berbakat dalam berdakwah, sehingga setiap kali ada acara peringatan hari besar Islam (PHBI), beliau sering membawa serta anggota Al-Inqodz untuk turut tampil di hadapan jamaah. Mereka diberi kesempatan untuk memberikan pengantar ceramah sebelum beliau tampil di depan.
Beberapa nama yang penulis ingat, aktif dalam kelompok khusus tersebut seperti Ustadz M. Yunus, Ustadz Ahmad Fikri, Ustadz Adi Setiawan, dan Ustadz Amri adalah sebagian kecil dari murid-muridnya yang kini menjadi tokoh agama dan ulama terkemuka di Sumatera Selatan. Ustadz M. Yunus, yang sekarang dikenal sebagai penceramah kondang di Palembang; Ustadz Ahmad Fikri, pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Quran Betung, Ogan Ilir, Sumatera Selatan; Ustadz Adi Setiawan, seorang ahli zakat dan dosen di UIN Bengkulu; serta Ustadz Amri, pengasuh Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al-Fatih di Pangkalan Balai, Banyu Asin, Sumatera Selatan, adalah bukti nyata dari dedikasi Ustadz Solihin dalam mencetak generasi ulama muda yang kompeten.
Namun, setelah sekian lama penuh berkarya, tubuh beliau mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Sekitar sebulan terakhir, Ustadz Solihin harus menjalani perawatan di Rumah Sakit, seperti di RSUD Siti Fatimah akibat kesehatan yang kian memburuk. Meski berulang kali keluar-masuk rumah sakit, semangat dakwahnya tetap terpancar dalam setiap nasihatnya yang disampaikan pada beberapa teman yang sempat berjumpa dengan beliau, saat sebelum mengahiri usianya. Hingga akhirnya, pada Senin, 4 November 2024, beliau berpulang ke pangkuan Ilahi dalam usia 58 tahun. Jenazah beliau dishalatkan di Masjid Agung Palembang, tempat yang penuh kenangan akan ceramah-ceramahnya yang memikat hati para jamaah. Kemudian, beliau dimakamkan di Pangkalan Gelebak, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin, di samping sahabatnya, almarhum Ustadz KH. Taufik Hasnuri, ulama besar yang juga dikenal luas di Palembang.
Kepergian Ustadz Solihin Hasibuan meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Palembang, Sumatera Selatan yang selama ini mengagumi keteladanannya. Sosok yang sederhana, penuh cinta pada ilmu, dan tulus dalam berdakwah ini telah memberi contoh bagaimana seorang ulama seharusnya hidup: mendidik tanpa pamrih, berdakwah dengan kasih sayang, dan selalu hadir sebagai pengayom bagi siapa saja. Masyarakat Palembang mengiringi kepergiannya dengan doa, berharap segala amal ibadahnya diterima Allah SWT, serta almarhum ditempatkan di surga-Nya yang terbaik. Selamat jalan, Guru kami yang penuh kasih. Kenangan dan ajaranmu akan abadi dalam setiap langkah kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H