Lihat ke Halaman Asli

Resolusi 2022: dari Guru Menjadi Wirausaha Sosial

Diperbarui: 1 Januari 2022   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

Ada sebuah pepatah yang masih saya ingat, "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan nama." Setiap manusia yang mati akan diingat jasa-jasa yang telah ia lakukan, kira-kira artinya seperti itu. 

Setiap aktivitas yang kita lakukan di dunia ini, sejatinya dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Begitu pula dengan profesi yang kita jalani. Ada yang jadi dokter seperti kebanyakan anak kecil ketika ditanya, ada yang bekerja sebagai pilot, pemadam kebakaran, penjual sayur, bahkan profesi mulia seperti pendidik (guru dan dosen). 

Sejak menamatkan kuliah S1 tahun 2015, saya hitung telah 6 tahun bekerja secara profesional. Saya cukup generalis, mulai dari menggeluti pekerjaan yang sesuai latar belakang pendidikan, sampai profesi yang benar-benar baru bagi saya. Sebut saja menjadi guru yang secara aktif mengajar di sekolah, pernah terlibat dalam proyek pendirian kampus, pernah mengurusi rekrutmen pegawai, pernah menjadi konsultan pendidikan, trainer, bahkan jadi customer service.

Sebagai orang yang dilahirkan di Sleman (Yogyakarta), jiwa 'nrimo ing pandum' itu benar saya rasakan. Pekerjaan apapun yang halal dan saya suka, makaakan saya jalani. Yang penting hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga, sebagian untuk tabungan dan untuk mereka yang perlu dibantu. 

Setelah berkarir di institusi 'milik orang lain' dan merasa perlu berbuat sesuatu di luar sana, saya akhirnya berhenti jadi seorang guru. Ini keputusan besar yang saya ambil. Bukan tanpa konsekuensi, saya harus tetap bisa menghidupi keluarga saya secara mandiri.

Pandemi Membuka Kesempatan Berwirausaha

Sejak pandemi ada di Indonesia, sejak saat itu pula saya dan istri belajar hal baru. Kami merintis usaha kecil-kecilan bernama Sayur Sleman. Kok sayur? Barangkali karena ini yang menjadi kebutuhan wajib sehari-hari, akhirnya kami pilih. Alasan berikutnya, sejak kecil memang saya melihat orang tua yang jualan sayur di pasar. Mereka adalah inspirasi bagi saya. 

Singkat cerita, usaha sayur online kami cukup diminati masyarakat dan alhamdulillah ada progress. Visinya tidak untuk profit oriented, namun ada misi sosial yang ingin kami bagikan. Sebagai platform kewirausahaan sosial, Sayur Sleman juga mengajak para pembeli untuk bersedekah sayur kepada mereka yang membutuhkan. Ini yang 'unik' dari usaha yang kami rintis. 

Anda membeli, bisa sekaligus berbagi untuk orang lain. Tampaknya, itulah yang mendasari tagline Sayur Sleman 'belanja secukupnya, memberi setulusnya'. 

Sayur Sleman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline