"Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar.
Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman.
Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki!" (Bung Hatta)
Perkenalkan, saya Janu*, seorang pelajar Indonesia di Universitas Birmingham, Inggris. Melalui tulisan ini, izinkan saya memberikan tanggapan terhadap tulisan Sdr. Ananditya Nugraha pada tautan ini.
Terima kasih Mas Anan yang telah berbagi refleksi dan gagasan melalui artikel tersebut. Tulisan tanggapan saya ini adalah murni pendapat pribadi dengan tetap menyertakan beberapa referensi yang ada.
Jadi ceritanya pekan lalu, tanggal 24-27 Juli 2017 ada kegiatan besar yang diadakan oleh rekan-rekan kita, Perhimpunan Pelajar Indonesia, di United Kingdom (PPI UK) yaitu Indonesian Scholars International Convention (ISIC) yang waktu pelaksanaannya berdekatan dengan Simposium Internasional (SI) Perhimpunan Pelajar Indonesia di Dunia (PPI Dunia). Dua kegiatan ini menjadi satu rangkaian kegiatan utama ISIC-SI yang terlaksana di University of Warwick. Acara tahunan ini dihadiri 28 delegasi PPI Negara yang membawa 60 pelajar Indonesia dari penjuru dunia.
Pembicara-pembicara hebat seperti ibu Wali Kota Surabaya, Gubernur NTB, Bapak Sudirman Said, dan tokoh-tokoh nasional lainnya hadir dalam forum ini guna memberikan sharing ilmu kepada ratusan pelajar Indonesia yang hadir. Dengan kerja keras panitia ISIC-SI, totalitas dari PPI UK sebagai tuan rumah, dukungan PPI Dunia, dukungan dari kampus Warwick, dan berbagai sponsor acara, kegiatan ini dapat dikatakan sukses besar. Saya yang hadir sejak tanggal 24-26 Juli 2017 dan menanyakan respon beberapa peserta yang hadir, mereka sangat mengapresiasi kesuksesan adanya kegiatan ISIC dan Simposium Internasional ini.
Rekan-rekan yang baik,
Saya masih ingat betul kata-kata dari Bung Hatta di atas ketika dibawakan oleh Bapak Sudirman Said pada saat menyampaikan materi pembuka. Bahwa bagi kami yang hadir di acara tersebut adalah sama-sama untuk belajar dan menambah pengalaman baru, baik ketika mengikuti setiap sesi materi maupun ketika bertatap muka dengan orang-orang yang sebelumnya belum pernah ditemui.
Tentunya, acara ini telah menghubungkan para pelajar maupun pembicara untuk bersama dalam bersinergi sesuai bidang yang ditekuni. Ketika mengikuti sidang Simposium Internasional PPI Dunia tanggal 25 Juli 2017 pun saya mengamati sebuah proses belajar, tentang bagaimana rekan-rekan delegasi dalam bermusyawarah untuk mufakat yang mana itu adalah bagian dari proses sehat dalam berdemokrasi.
Saya sangat mengapresiasi kehadiran para delegasi yang jauh-jauh datang dari berbagai negara dan menghormati setiap keputusan yang telah disepakati ketika persidangan. Kalaupun kemarin ada insiden kecil tentang 'palu', saat ini kita sudah tahu hal tersebut terjadi karena faktor komunikasi, sesuai surat pernyataan dari PPI UK berikut ini (silakan di baca secara menyeluruh). Kita tidak perlu menyalahkan pihak tertentu, jadikan hal tersebut sebagai pembelajaran agar ke depannya segala peralatan sidang dapat dipersiapkan dengan baik.
Saya salut dengan kerja keras panitia dan PPI UK yang secara professional telah menghadirkan pembicara-pembicara hebat, mendapatkan dukungan dari berbagai sponsor, Universitas Warwick, bahkan dapat menghadirkan TULUS di Gala Cultural Night. Dari kabar yang saya dengar dan ini nyata, bahkan panitia dengan baik hati berhasil menyediakan penginapan gratis untuk delegasi PPI Negara.
Apresiasi juga perlu kita berikan kepada pengurus PPI Dunia yang dalam kurun waktu satu tahun ini telah menghasilkan karya-karya besar yang berdampak positif untuk kemajuan Indonesia, seperti adanya program tahunan Festival Studi Luar Negeri, Tim Kajian Papua yang secara intensif mengadakan kajian tematik serta program-program lain yang saya saksikan saat penyampaian Laporan Pertanggungjawaban. Mari tengok rilis resmi kesuksesan ISIC-SI 2017 di sini dan ini.
Rekan-rekan yang berbahagia,
Perlu diketahui bahwa menurut saya panitia telah melakukan usaha terbaik untuk menyediakan ruangan sampai malam, meskipun tidak sampai dini hari, berbeda dengan ketika SI tahun lalu di Mesir bisa sampai larut (dari informasi salah satu delegasi tahun lalu). Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa agenda sidang menjadi cukup padat namun kita perlu hargai peran presidium sidang yang responsif dalam mengaontrol ritme persidangan.