Pada tanggal 26 Juni 2015 kemarin saya mengikuti kegiatan Sosialisasi 4 pilar MPR RI yang merupakan agenda rutin anggota MPR. Puji Tuhan saya dipercaya untuk mempersiapkan segala semua keperluan pelakasanaan kegiatan tersebut, dari teknis dan acara hingga konsumsi.
Acara sosialisasi kali ini dilaksanakan di dusun Panambean, Nagori Bukit Rezo, Kab Simalungun. Suasana desa memang sangat menyenangkan, ibu ibu memasak konsumsi di halaman penduduk, hemat dan efesien serta meningkatkan kerjasama.
Acara sosialisasi ini saya mendapat kan wacana yang sangat menarik, sesi diskusi pemaparan dari ketua Koperasi Unit Desa salah satu kecamatan di Kab Simalungun secara jelas menggambarkan bagaiamana penderitaan petani padi. Kalau saya analogikan petani padi sudah jatuh tertimpa tangga pula. Di lapangan menjelang musim tanam ternyata pupuk subsidi yang alokasinya untuk petani sulit ditemukan atau langka. Otomatis kelangkaan pupuk ini akan berdampak terhadap kualitas dan kuantitas panen petani padi.
Tidak sampai disana saja, ketika musim panen ternyata harga gabah malah anjlok, harga gabah yang anjlok salah satu akibatnya adalah karena kualitas padi yang kurang baik. Petani padi sungguh kasian, pupuk mahal karena pupuk sub sidi di salah gunakan oleh oknum nakal dan harga gabah anjlok juga sebagai akibat ‘permainan’.
Kalau saya perhatikan memang banyak dari pedagang pupuk mengalami peningkatan ekonomi yang sangat drastis, kendaraan mewah dan gudang penyimpanan pupuk yang mengalami pelebaran berkala, Silahkan saja kalau keuntungan dari penjualan pupuk tersebut memang dari penjualan pupuk yang laris manis, namun begitu mengenaskan, jika keuntungan ternyata dari permainan pupuk subsidi.
Modusnya banyak, yang saya tahu ya penggantian karung goni bercap pupuk subsidi menjadi pupuk non subsidi, kemudian menjual pupuk subsidi tersebut kepada perkebunan. Atau dengan mengalihkan jatah pupuk subsidi salah satu daerah ke daerah lain yang memiliki daerah perkebunan yang luas. Sungguh biadab, menikmati keuntungan yang instant dengan memiskinkan petani sederhana.
Modus ini sudah lama dan menjadi rahasia umum, Pengawasan terhadap pendistribusian pupuk subsidi jelas menunjukkan kekalahannya dalam berpihak kepada konsumen yang adalah petani dengan lahan sendiri.
Masyarakat melalui gabungan kelompok tani harus dididik untuk lebih mengerti bahwa alokasi pupuk subsidi harus tepat sasaran, informasi terkait jatah pupuk subsidi harus menjadi informasi publik, bukan segelintir orang. Mahasiswa melalui kegiatan Pengabdian/ KKN harus berani berjuang memberikan informasi, memfasilitasi diskusi diskusi terkait alokasi subsidi pupuk antara gabungan kelompok tani dengan distributor pupuk resmi di Kabupaten.
Jika fungsi pengawasan sudah berkompromi, maka parlemen jalanan harus ambil bagian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H