Setiap orang dilahirkan dengan porsinya masing-masing. Ada kelebihan dan kekurangan. Yang paras tampan cantik belum tentu kaya atau sebaliknya. Tak ada satupun sempurna baik hati,fisik,finansial,atau lainnya.
Saat memutuskan menikah dengan pasangan kita, saat itulah harus benar-benar memahami bahwa dia tak sempurna karena sendirinya pun tak sempurna. Pastinya orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, seperti orang Jawa yang mengenal "bibit,bebet,bobot" artinya dia harus dari keturunan baik,mempunyai karakter baik,serta harta yang melimpah.
Kita atau pasangan kita akan menjadi menantu di rumah mertua masing-masing. Bagi keluarga besar brati akan memiliki banyak menantu baik laki-laki ataupun perempuan. Di situlah terkadang membandingkan antar menantu terjadi. Baik perbandingan finansial/materi, fisik,sikap,ataupun lainnya. Bahkan ada juga yang membandingkan dengan menantu tetangga.
Sikap suka membandingkan itu tak jarang menimbulkan konflik baik dengan pasangan atau mertua itu sendiri. Menantu akan merasa minder atau tidak nyaman jika sedang berkumpul. Akibatnya hubungan mertua dan menantu menjadi tidak harmonis. Maka sebaiknya keduanya saling memahami bahwa:
Setiap manusia diciptakan tidak ada yang sempurna, ada baik dan buruknya. Ketika memutuskan menikah artinya mertua harus menerima menantunya apa adanya begitu juga sebaliknya. Menikah tidak hanya hubungan antar suami istri tapi dengan keluarga besar kedua belah pihak.
Tidak semua mertua seperti itu, layaknya menantu seorang mertuapun hanya manusia biasa yang tak sempurna. Mensyukuri apa yang diberikan Maha Pemberi menjadi salah satu obat mujarab. Serta selalu berpikir positif, bahwa apa yang terjadi dan kita hadapi pastinya ada tujuan atau hikmah yang ingin disampaikan.
Sayangi mertuamu layaknya orang tuamu sendiri, sayangi menantumu layaknya anakmu sendiri.
KBC-40 Bunda Savita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H