Lihat ke Halaman Asli

Janitra Nareswari

write, read, and learn

Ketika Rumah dan Keluarga Bukan Lagi Tempat yang Aman bagi Perempuan, Bagaimana dengan Ruang Publik?

Diperbarui: 2 November 2021   21:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap tahun Komnas Perempuan selalu menerbitkan catatan tahunan (CATAHU) yang memberikan gambaran kepada banyak pihak, bukan saja pemangku kepentingan terkait melainkan juga masyarakat banyak dalam upaya meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu - isu kekerasan dalam rumah tangga. 

CATAHU 2020 memuat data kekerasan terhadap perempuan di sepanjang tahun 2019 yang di dapatkan melalui formulir yang dikirimkan kepada mitra komnas perempuan di seluruh Indonesia. Pengumpulan data ini diolah melalui 4 metode pengolahan data selain kuesioner, yaitu:

  1. Kerjasama dengan pemerintah,
  2. Data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan,
  3. Data tambahan dari mitra Komnas Perempuan.

Berdasarkan data yang di dapatkan oleh Komnas Perempuan, jenis kekerasan yang paling menonjol adalah KDRT / ranah personal (RP) mencapai 75% (11.105 kasus), disusul oleh Kekerasan Perempuan pada Ranah Publik dan Komunitas dengan persentase 24% (3.602 kasus), dan yang terakhir kekerasan pada perempuan di ranah negara dengan persentase 0,1% (12 kasus).

Bentuk - bentuk kekerasan yang termasuk didalam jenis kekerasan pada ranah KDRT/RP adalah:

  1. Kekerasan fisik, 
  2. Kekerasan psikis, 
  3. Kekerasan seksual, 
  4. Kekerasan ekonomi.

Dan kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik dengan persentase 43% (4.783 kasus), lalu disusul oleh kekerasan seksual dengan persentase 25% (2.807 kasus), kemudian kekerasan psikis dengan persentase 19% (2.056 kasus), dan yang terakhir adalah kekerasan ekonomi dengan persentase 13% (1.459 kasus). 

Sementara itu, di ranah publik perempuan mengalami banyak bentuk kekerasan seperti:

  • pencabulan dengan 531 kasus, 
  • pemerkosaan dengan 715 kasus, 
  • pelecehan seksual dengan 520 kasus, 
  • persetubuhan dengan 176 kasus,
  • sisanya adalah percobaan persetubuhan dan pemerkosaan.

Di ranah yang menjadi tanggung jawab negara, kasus-kasus yang dilaporkan berkaitan dengan hal-hal terkait peraturan negara seperti institusi / oknum aparat negara. Sejauh ini telah dilaporkan sebanyak 12 kasus kekerasan terhadap perempuan, 9 dari DKI Jakarta, 2 dari Sulawesi Selatan, dan 1 dari Jawa Tengah. 

Jika dilihat dari sisi siapa yang menjadi korban, kekerasan di ranah KDRT/RP sama seperti tahun-tahun yang sebelumnya. Istri menjadi objek sasaran utama dalam kekerasan dengan persentase 59% (6.555 kasus), lalu anak perempuan menjadi objek sasaran kedua dalam kekerasan dengan persentase 21% (2.431 kasus). Angka persentase ini meningkat dari tahun 2018 yang sebelumnya lebih tinggi dari kekerasan yang dilakukan dalam hubungan pacaran dengan persentase 16% (1.815 kasus).

Tingginya kekerasan yang terjadi terhadap istri dan anak perempuan dalam beberapa tahun terakhir di ranah KDRT/RP menunjukkan bahwa rumah bukan lagi menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Hal ini bisa dilihat dari berbagai kasus kekerasan yang marak timbul, seperti:

  • Angka kasus incest yang tahun ini mencapai sebanyak 822 kasus
  • Pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) sebanyak 100 kasus

Meskipun banyak kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami kenaikan, angka kasus dari 2 kekerasan tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan di masyarakat terutama kaum perempuan yang berani speak up dengan cara melaporkan ke lembaga layanan perlindungan terkait ketika mengalami kasus kekerasan di dalam lingkup keluarga. 

sumber : CATAHU 2020 https://www.budiluhur.ac.id/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline