Lihat ke Halaman Asli

Ahmad J Yusri

Mahasiswa Fisika UIN Malang

Depresi dalam Perspektif Atomik

Diperbarui: 15 Mei 2024   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source : pixabay.com

Banyaknya beban pikiran dan permasalahan hidup membuat seseorang rentan mengalami tekanan yang dampak berdampak pada kesehatan jiwa dan raga. Salah satu akibatnya adalah depresi. Dr. Feranindhya Agiananda Spesialis Kesehatan Jiwa/Psikiater Primaya Hospital Bekasi berpendapat bahwa depresi adalah kondisi ketidakstabilan mental emosional yang biasanya memang ditandai dengan adanya gangguan suasana perasaan, pikiran dan perilaku yang terlihat sebagai kondisi murung, sedih, tidak bersemangat dan biasanya menganggu aktifitas sehari-hari.

Dalam artikel ini kita tidak berbicara tentang depresi secara komprehensif namun kita akan mengkajinya dari kacamata fisika khususnya kajian fisika inti yang membahas bagaimana alam bekerja dalam tingkat atomik. Tentunya kita pernah mendengar atom seperti bom atom yang terjadi karena reaksi inti atom. Atom sendiri merupakan bagian terkecil pada suatu benda. Namun atom juga terdiri dari beberapa bagian yakni inti atom yang meliputi neutron dan proton sert kulit atom yang mencakup elektron..

Sekarang mari kita bahas secara sederhana  mengenai reaksi inti atom. Atom menyusun segala sesuatu di alam semesta. Mereka terbagi menjadi atom stabil dan atom tidak stabil. Atom yang dikatakan tidak stabil apabila atom tersebut menerima atau kehlangan elektron sehingga ia menjadi bermuatan listrik dan sangat reaktif. Ketidakstabilan ini juga dapat terjadi pada inti saat jumlah proton dan neutron tidak seimbang. Sebagai upaya mencapai kesetimbangn maka atom memancarkan partikel dalam bentuk radiasi hingga inti stabil. Adapun atom-atom yang tidak stabil itu disebut juga dengan atom radioaktif.

Perilaku depresi memiliki kesamaan dengan atom radioaktif yang menghasilkan radiasi. Pertama dari unsur pemicunya, sebuah atom yang tidak stabil diakibatkan karena kehilangan elektron penyusunnya dan atom ini bersifat reaktif. Partikel neutron ditembakkan ke inti uranium menyebabkan reaksi fisi. Reaksi tersebut menyebabkan inti atom uranium tidak stabil sehingga menghasilkan radiasi.  Sedangkan depresi diakibatkan berbagai faktor misalnya kehilangan sesuatu dalam diri, kehilangan cinta, beban pikiran yang banyak sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil.

Kedua, dari dampak yang dihasilkan. Atom yang tidak stabil maka akan menjadi atom radioaktif yang memancarkan radiasi energi disekitarnya. Pada atom uranium yang telah diaktifkan, radiasi akan muncul sebagai akibat atom yang tidak stabil. Radiasi tersebut menghasilkan energi yang dapat mempengaruhi atom-atom sekitarnya. Reaksi ini jika dalam ruang lingkup luas pasti berbahaya contohnya saja radiasi nuklir yang menyebabkan mutasi pada makhluk hidup. Sedangkan pada perilaku depresi, radiasi diibaratkan pengaruh buruk oleh penderitanya. Penderita depresi dapat membahayakan orang-orang disekitarnya maupun dirinya sendiri seperti melakukan kekerasan, pelecehan pada orang lain bahkan bunuh diri

Ketiga, Solusi untuk meredakan. Aktifitas atom uranium yang tidak stabil dapat diredam. Pada reaktor nuklir, sebuah atom nuklir memiliki batang kendali yang berfungsi menstabilkan reaksi nuklir setelah diaktifkan. Batang kendali akan diturunkan/ dirapatkan pada teras reaktor  agar daya reaktor dapat dikendalikan. Hal tersebut dapat diambil pelajaran bahwa penderita depresi dapat ditangani dengan dukungan dan pendekatan orang-orang tersayang/ terdekat. Selain itu batang kendali pada reaktor dapat diartikan agar penderita depresi menghalangi dirinya dari pikiran negatif dan jauhi hal-hal yang merusak pikiran.

Jadi dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa depresi secara metafora dapat diibaratkan dengan sama bahayanya dengan reaksi atom yang tidak stabil. Meskipun opini terlalu dipaksakan namun tak ada salahnya jika kita mengambil pelajaran dari sudut pandang lain terutama ilmu fisika yang luas cakupannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline