"Ningsih, kamu terpilih untuk menjadi perwakilan lomba matematika " Ucap Bu Guru Ida pada Ningsih di kantor sekolah. " Lomba?, aku Bu ?." Ningsih tampak heran. Melihat ekspresi Ningsih, Bu Ida justru tertawa. Bu Ida lalu menyerahkan buku latihan soal olimpiade pada Ningsih dan menyuruhnya untuk belajar dengan sungguh-sungeguh.
Di luar kantor sekolah, Ningsih tersenyum sumringah. Hatinya berbunga-bunga sekaligus takjub saat namanya dipanggil ke kantor sekolah SDN Embun. Ia merasa tersanjung bisa masuk ke kantor sekolah yang mewah dengan sofanya yang empuk, pendingin ruang yang sejuk, hiasan dinding yang cantik serta ornamen mebel yang sangat estetik. Ningsih pun berlarian menuju kelasnya sambil memeluk buku pemberian Ibu Ida.
"Jum, aku seneng banget hari ini" sergah Ningsih pada teman sebangkunya Syarifah Juminten. Gadis berambut panjang yang berhidung pesek. "Wah, selamat ya Ning, aku seneng dengernya". Responnya sambil mengibakan rambutnya yang dikuncir. Sejak hari itu Ningsih mulai latihan selama sebulan untuk persiapan olimpiade tingkat kecamatan.
Ningsih Rahayu nama lengkapnya. Ia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ia adalah anak yatim. Ibunya berjuang sendirian menafkahi anaknya semenjak kematian suaminya saat Ningsih berumur dua tahun. Sungguh perjuangan yang sangat pedih. Sejak itu, Ibu lebih bekerja ekstra untuk membesarkan kedua anaknya. Mulai dari jualan gorengan, mencuci baju tetangga, menjadi reseller baju, lalu yang terakhir berjualan sayur. Meskipun begitu, Ibu Ningsih sangat memerhatikan pendidikan anaknya. Ia berharap supaya kedua anaknya menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan bisa memperbaiki ekonomi dan juga martabat mereka.
" Bu, Ningsih ikut lomba lho bu!" Serunya sambil tersenyum bahagia
"Alhamdulillah nak, ibu ikut senang. Belajar yang sungguh-sungguh ya nak" Ucap Ibu sambil mengelus rambut Ningsih.
Ningsih, gadis kelas 5 SD yang selalu ceria dan tak pernah sedih meskipun kebutuhan hidupnya sering tak tercukupi. Ibunya selalu berpesan agar jangan pernah bersedih terhadap takdir yang kita alami karena disetiap kesusahan pasti ada kemudahan.
Pagi itu mentari agak cerah dengan sesekali dihiasi dengan awan tipis berduyun-duyun
"Ingat perkataan ibu ya, walau susah jangan nyerah" Titahnya pada ningsih sambil menyodorkan gorengan pisang di pagi itu. Akbar sang kakak juga terlihat senang melihat adik kecilnya semangat . "Nanti kalau menang, abang beliin es krim kesukaan Ningsih, kamu yang semangat ya"
Ningsih nampak sumringah, seakan pundaknya terasa ringan membawa tas kulit bekas ibunya yang berisi buku latihan olimpiade dan buku matematika bekas abangnya. Tas itu masih kuat meskipun di bagian luar sudah terkelupas dimakan jaman. Ia pun berangkat ke sekolah berjalan kaki. Di Sekolah, ia mulai diberikan pelatihan khusus menjelang olimpiade. Bu Laksmi selaku penanggung jawab sekaligus pembimbing lomba sudah siap di ruang perpustakaan menunggu partisipan lomba. Selain Ningsih ada lagi satu temannya yang ikut, dia adalah Jayadi yang mewakili pelajaran IPA.