Lihat ke Halaman Asli

Ahmad J Yusri

Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mendengar Pahitnya Perjuangan dari Sang Kakak

Diperbarui: 4 November 2020   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret Sang Kakak saat Wisuda (doc.pri)

Kakakku sekarang adalah seorang guru di Yayasan Al-Ma'arif Badung Bali. Namanya adalah Maryanah Koto, Ia sering dipanggil Imar yang merupakan sapaannya sejak kecil. Ia adalah kakak tertuaku dari delapan bersaudara. Anak perempuan yang menanggung beban sebagai anak pertama. Kak Imar punya perhatian terhadap adik-adiknya terlebih dalam masalah pendidikan. Ia berkeyakinan jika pendidikan bisa merubah seseorang.

Keluargaku termasuk keluarga yang sangat sederhana, Bapak dan Mamak hanyalah pedagang sayur seadanya dan penghasilannya tidak menentu.  Tapi puji syukur Alhamdulillah, anak-anaknya masih sempat menimba ilmu sekalipun dipondok yang bayarannya tak begitu mahal.

Kala itu tak ada dikeluarga besarku yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena kebanyakan mereka melanjutkan hidupnya dengan bekerja ataupun berdagang. Tapi Kak Imar punya hasrat yang kuat, ia berani keluar dari kebiasaan atau bisa disebut antimainstream. Kak Imar ingin membawa kemanfaatan bagi orang lain. Oleh karena itu, ia ingin kuliah dan menjadi guru pada suatu saat nanti.

Tak ada jalan yang mulus dan tak berbatu, begitulah perumpamaan yang tepat baginya. Selama masa-masa kuliah, ia tak pernah merasakan kenyamanan dan selalu saja diliputi masalah begitu tuturan kisahnya. Ia menyadari bahwa kuliah adalah bukan sekedar belajar dan harus ada biaya untuk itu sedangkan ia tau bahwa orangtua tak akan mampu membayar sepenuhnya jika ia tidak berusaha.

Dengan kata lain, Kak imar mencari penghasilan untuk biaya kuliahnya dengan mengajar. Ya! Mengajar di salah satu TPQ yang dekat dengan rumahnya. Kuliah sambil mengajar, dua hal itu yang ia tekuni selama kuliah dan tak lebih. Ia pernah berkata bahwa pada saat kuliahnya dulu, ia tak pernah berorganisasi. Bukan karena enggan, melainkan karena tak adanya waktu di kampus.

"Kakak tak pernah merasakan hidup nyaman saat kuliah" Begitu ujarnya lagi. Ia tinggal bersama sanak saudara yang berbaik hati memberi tumpangan. Segala tanggungjawab dan hak harus ia penuhi selaku orang yang menumpang dirumah orang orang. Sehingga apapun perintah dari sang tuan rumah, maka harus ia turuti dan taati.

Bila melihat temannya atau orang lain yang berkecukupan secara finansial, hatinya merasa rusuh. Bagai ada gejolak didalam dadanya. Apapun yang mereka inginkan, pasti segera tekabul karena sudah pasti orang tua mereka mampu dan itu tidak dialami oleh Kak Imar. Ia harus menafkahi dirinya sendiri untuk membayar kuliah. Mengajarlah pilihannya dan terkadang ia juga memberi kursus pada anak-anaknya. Itu semua demi menebus uang kuliah .

Nasib memang tak mujur, sebagai orang yang menumpang, Kak Imar harus selalu taat pada yang ditumpang. Pernah suatu hari Kakak sedang melaksanakan Ujian Akhir Semester tapi sebab disuruh menjaga toko, menjaga hati orang yang ditumpang serta amanah yang diberikan maka  ujiannya  Ia lepas. Akibatnya, Ia mesti mengulang disemester berikutnya.

Sedih dan pilu, ia rasakan beriringan dimasa-masa kuliah. Kakak tetap berjuang meskipun orangtua kadang tak kuasa menafkahinya. Ia tetap berusaha untuk tidak meminta pada mereka lantaran tak tega dengan kondisi orangtua yang juga susah.

Mamak beliaulah generator motivasi bagi anak-anaknya untuk terus sekolah (doc.pri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline