Hukum di negeri ini terkadang membingungkan dan nyeleneh. Beberapa kali di media massa diberitakan rakyat kecil ditangkap dan harus ditahan tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Seperti yang terjadi pada kasus Nenek Asyani yang menghebohkan jagad media social.
Baru-baru ini juga diberitakan, penyair Yogyakarta, Saut Situmorang dijemput paksa oleh pihak berwajib atas dugaan pencemarah nama baik. Saut dilaporkan, karena dituduh melontarkan kata-kata kasar di media social. Padahal, maksudnya Saut hanya mengkritik dan menyampaikan protes atas buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh, karena memasukkan nama konsultan politik Denny JA kedalam buku tersebut, sebagai bagian tokoh sasta berpengaruh. Padahal, untuk menjadi sastrawan saja sulit, apalagi tokoh sastra paling berpengaruh. Bukan dengan cara tiba-tiba dinobatkan menjadi tokoh sastra. Tersangkut masalah hukum, karena menuliskan kata-kata kasar di media social ini juga pernah dialami Florence Sihombing. Mahasiswa S2 ini juga harus beruusan dengan pihak berwajib.
Lalu, bagaima dengan kepala daerah? Sebagaimana kita tahu, ada kepala daerah yang sering melontarkan kata-kata kasar dan kotor di televisi. Padahal, televisi tidak hanya ditonton oleh orang deawasa, tetapi juga anak-anak. Bahkan, kepala daerah itu pernah mendapat kritikan dari anak SD yang protes agar kepala daerah tersebut tidak lagi berkata-kata kasar. Karena bisa menjadi contoh buruk untuk anak-anak. Terakhir, dia mengeluarkan kata-kata kasar di televisi swasta pada saat di wawancara khusus. Sehingga, televisi swasta tersebut terkena sanksi dari KPI. Saya tidak berani menyebutkan nama kepala daerah itu, takut dituduh melakukan pencemaran nama baik, hehehe.. :p. Karena saya orang kecil yang tidak punya kekuasaan. Bahkan, jadi dari penguasa.
Tidak usah berpanjang ria membahas kepala daerah itu. Baru-baru ini jagad media social kembali di hebohkan oknum polantas yang menyalahkan sopir Trans Jakarta karena bersonggolan dengan pengemudi sepeda motor yang masuk ke jalur busway. Padahal sudah jelas, jalur busway bukan untuk motor. Ternyata, menurut Kompas.com pengendara motor yang dibela itu seorang perwira polisi. Pantesan dibela. Baca: http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/26/1519027/Pengendara.Motor.yang.Dibela.Polisi.Mengaku.Seorang.Perwira.Polisi
Apa sanksi yang akan diberikan kepada oknum polisi tersebut? Bisakah hukum berlaku adil? (Tanda Tanya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H