Lihat ke Halaman Asli

PENJARA BUKAN TEMPAT LAYAK BAGI ANAK

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suatu ketika, salah seorang teman saya sesama pendamping anak konflik hukum (AKH) menyampaikan selembar surat yang ditulis oleh salah seorang anak yang berada di salah satu rumah tahanan di Bandung. Anak itu mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada kami yang telah mendampinginya dan kawan-kawan senasibnya di rutan. Ia merasa pendampingan kami telah dapat memberi motivasi kepada mereka. Ia mengaku selama ditahan, ia telah banyak kehilangan motivasi dan harapan dalam hidup. Ia merasa diasingkan dari kehidupannya sehari-hari.

Itulah pengakuan dari salah seorang anak di rutan yang selama ini kami dampingi. Ia dan teman-teman senasibnya seringkali kehilangan motivasi dan semangat hidup. Mereka pun merasa kehilangan harapan dan tak bisa lagi mengejar cita-cita mereka. Tak jarang mereka merasa dijauhkan atau diasingkan dari keluarga, teman-teman dan lingkungannya, karena sangat minimnya interaksi mereka dengan dunia luar.

Kenyataan ini berpengaruh pada kondisi mereka selama berada di tahanan, termasuk ketika anak-anak ini mengikuti kegiatan kami. Dalam setiap kegiatan kami, selalu saja ada anak-anak yang murung dan kurang antusias mengikuti kegiatan. Ada juga anak-anak yang nampak kehilangan orientasi.

Dari sisi psikologis, nampak gejala-gejala agresivitas yang sering meluap-meluap pada diri anak. Agresivitas pada diri anak ini diwujudkan dalam bentuk kata-kata kasar, menyindir atau mengejek. Ada juga yang berupa perilaku yang tidak pada tempatnya hingga tindakan kasar seperti mendorong, memukul atau menendang.

Anak-anak sering mengekspresikan perasaan-perasaan mereka dalam berbagai bentuk, ada lewat tulisan, gambar, dan lain-lain. Sebagian lainnya seringkali melekatkan identitas mereka dengan kehidupan jalanan, dunia hitam atau kejahatan. Pengidentikan seperti ini nampak dari simbol-simbol yang mereka tunjukkan pada gambar yang mereka buat di media-media yang kami sediakan atau pada kaos-kaos yang mereka pakai.

Sebagian besar anak memiliki tato di beberapa bagian tubuhnya. Sebagian dari mereka ada yang telah memiliki tato sejak sebelum mereka ditahan, dan sebagian lain baru membuat tato selama berada di penjara. Sebagian anak membuat alat-alat pembuat tato sendiri selama berada di penjara dengan beberapa benda yang mereka temukan, misalnya, dengan batere bekas dan beberapa benda logam. Sebagai tintanya, mereka seringkali menggunakan tinta pulpen atau spidol.

Tak hanya itu, dalam beberapa kesempatan pendampingan, kami menemukan beberapa anak yang nampak mabuk. Ternyata, dari pengakuan dan kesaksian sebagian anak, beberapa orang dari mereka kadang-kadang bermabuk-mabukan baik dengan minuman, ganja atau obat-obatan. Karena beberapa keterbatasan, sebagian anak acapkali mabuk dengan mencampur beberapa obat yang menjadi ‘resep rutin’ Klinik Rutan. Disebut ‘resep rutin’ karena seringkali tahanan yang sakit dan diobati di klinik itu mendapatkan resep yang hampir sama untuk penyakit yang beragam.

Sebuah kenyataan yang cukup tragis dan harus diterima sebagian anak-anak kita. Kondisi di atas masih harus ditambah dengan berbaurnya tahanan anak-anak ini dengan para tahanan dewasa, karena mereka berada dalam satu kompleks penjara. Penjara tetaplah penjara, tempat yang tidak layak diberikan kepada anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline