Lihat ke Halaman Asli

Ingin Kupeluk Mereka

Diperbarui: 26 Maret 2019   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita itu meninggalkan anak-anaknya dan bekerja jauh dari kota yang telah mambesarkan dia selama ini.

"Suami kawin lagi dan gak pernah kasih nafkah. Sibuk sama istri barunya," setetes airmata jatuh dari pelupuk mata.

Kalau saat itu suamiku menikah lagi tapi dia tetap tidak melepas tanggung jawabnya menafkahi anak-anak, aku tidak akan meninggalkan mereka. Begitu kira-kira sanggahnya pada orang-orang sekitar yang selalu menyalahkan dia atas semua yang terjadi saat ini.

Aku membayangkan, betapa sulitnya memang bekerja sekaligus merawat tiga orang anak yang semuanya masih kecil-kecil. Perusahaan mana yang memperbolehkan membawa tiga anak sekaligus sambil bekerja. Hingga akhirnya, dia pun mengambil tindakan meninggalkan mereka dan menitipkan pada mertua.

Awalnya, mertua mengiyakan. Tapi, beberapa bulan berselang justru dia tidak boleh melihat ketiga anaknya lagi. Hingga mereka dewasa dan sekarang tidak mempedulikan ibunya lagi.

Ketiga anaknya tidak ada yang mau merawat dengan alasan mereka pun tidak dirawat oleh orang yang telah melahirkannya.

"Kami tinggal bersama nenek," begitu jawab salahsatu anaknya ketika seorang petugas dinas sosial datang dan memberitahu bahwa ibu mereka sedang sakit.

Orang hanya tahu dia meninggalkan anak-anaknya, tetapi mereka tidak tahu kalau selama itu pun ada rasa sakit yang menyayat hati. Sakit karena dikhianati, sakit karena diabaikan bahkan sakit karena dituduh dialah yang bersalah atas perceraian yang terjadi setelah satu tahun suaminya menikah lagi.

Mertua? Dia enggan bercerita walau sudah dipaksa. "Malas," jawabnya lesu. Ternyata, memang hubungan keduanya tidak harmonis. Usut punya usut, si ibu lebih memilih membela anaknya ketika masalah keluarga melanda keduanya.

"Tuhan jahat! Mengapa dia ambil kedua orangtuaku sejak aku masih kecil," bibirnya bergetar saat dia mengucapkan itu, tetes demi tetes airmata jatuh membasahi pipi. Sesekali tangan keriput itu menyekanya, tetapi sia-sia karena yang keluar pun bertambah banyak.

"Jika saja orangtuaku masih ada , mungkin lebih baik menitipkan anak-anak kepada mereka daripada ibu suamiku," lanjutnya lagi parau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline