Lihat ke Halaman Asli

Perawat Profesional Wujudkan Zero Accident demi Pasien yang Sehat dan Selamat

Diperbarui: 18 Desember 2022   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pasien yang sehat dan selamat merupakan keinginan terbesar yang ingin dicapai sesegera mungkin oleh perawat. Hal tersebut bukan berarti perawat tidak ingin untuk merawat pasien, tetapi melihat pasien pulang dengan keadaan sehat dan selamat merupakan kebahagiaan tersendiri. Hal tersebut tentu dapat diwujudkan dengan menjunjung tinggi sikap profesionalisme, melakukan seluruh standar prosedur operasional, mengutamakan keselamatan dan kesehatan perawat dan/atau pasien, terus mencari pengalaman dan pengetahuan, serta lain-lainnya.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien, keselamatan pasien dapat dicapai dengan asuhan pasien yang aman. Asuhan yang aman tersebut terdiri dari pengkajian risiko, mengetahui dan mampu menjabarkan risiko pasien, melaporkan serta menganalisis insiden, evaluasi insiden yang pernah terjadi, juga melakukan setiap cara guna meminimalkan kecelakaan kerja ataupun cedera (Permenkes No. 11 Tahun 2017). Kemudian, terdapat Sasaran Keselamatan Pasien menurut Permenkes No. 11 Tahun 2017 adalah sebagai berikut.

  1. Identifikasi pasien dengan benar (Permenkes No. 11 Tahun 2017). Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi pasien menggunakan minimal dua data.

  2. Meningkatkan komunikasi yang efektif (Permenkes No. 11 Tahun 2017). Komunikasi dapat dikatakan efektif jika komunikasi dilakukan secara tepat waktu, dapat dipercaya, menyeluruh, dan tidak memiliki makna ganda.

  3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai (Permenkes No. 11 Tahun 2017).

  4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang tepat, serta benar pasien (Permenkes No. 11 Tahun 2017).

  5. Melakukan pencegahan serta pengendalian risiko infeksi yang mana memang merupakan risiko perawatan kesehatan (Permenkes No. 11 Tahun 2017). Pencegahan seta pengendalian infeksi dapat dilakukan dengan mengutamakan hand hygiene, menggunakan alat pelindung diri, memastikan bahwa setiap peralatan yang digunakan dalam kondisi bersih dan/atau steril, dan lain-lain.

  6. Mengurangi risiko pasien jatuh (Permenkes No. 11 Tahun 2017).

Tidak hanya itu, perawat berhubungan dengan berbagai macam sifat manusia dan pengalaman pasien. Hal tersebut mengharuskan perawat untuk memutuskan moralitas dari setiap tindakan yang dilakukan (Berman, et al., 2022). Oleh sebab itu, perawat perlu mengembangkan kepekaan terhadap dimensi etika praktik keperawatan; memeriksa nilai-nilai yang dianut perawat dan pasien; memahami pengaruh nilai yang dianut dengan keputusan yang dibuat; serta berpikir kedepan mengenai jenis masalah moral yang mungkin terjadi kedepannya (Berman, et al., 2022). Di dalam praktik klinik, terdapat beberapa nilai esensial yang perlu dijunjung. Menurut Berman, et al. (2022), nilai esensial tersebut adalah: altruisme (kepedulian terhadap kesejahteraan pasien), otonomi (hak untuk menentukan nasib sendiri), martabat manusia (penghormatan terhadap nilai dan keunikan yang melekat pada pasien), integritas (bertindak sesuai dengan kode etik dan standar praktik yang diterima), keadilan sosial (bertindak adil tanpa membeda-bedakan pasien). Kemudian, perawat perlu berperilaku sesuai dengan prinsip etik yang berlaku. Prinsip etik yang berlaku adalah kode etik keperawatan yang terdiri dari, advokasi (penerapan keterampilan dan pengetahuan), tanggung jawab (bersedia menghargai kewajiban profesional serta menindaklanjutinya), akuntabilitas (setiap tindakan profesional dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijelaskan kepada pasien), menjaga privasi pasien (Potter & Perry, 2021).

Keselamatan dan kesejahteraan pasien dapat diwujudkan dengan sikap profesional perawat. Perawat yang profesional seharusnya memberikan perawatan berdasarkan bukti (Donaldson, et al., 2021). Hal tersebut berarti pilihan perawatan klinis melalui evaluasi yang ketat, bukan berdasarkan perkiraan keefektifan yang dilandaskan pengalaman subjektif maupun argumen seseorang (Donaldson, et al., 2021). Jika diambil contoh, dalam pemberian pengobatan, perawat perlu melakukan prinsip enam benar obat. Hal tersebut telah diuji dan dievaluasi keefektifannya bahwa prinsip enam benar obat yang dilakukan minimal dua kali mampu meningkatkan keselamatan pasien (Donaldson, et al., 2021). Untuk itu, perawat yang profesional berperilaku sesuai nilai, kode etik, dan bukti yang ada sehingga melakukan prinsip enam benar obat dalam pemberian obat ataupun medikasi. Apabila perawat lalai karena tidak melakukan tindakan sesuai dengan standarnya sehingga terjadi insiden, perawat perlu membuat laporan dan melakukan root cause analysis (Donaldson, et al., 2021). Root cause analysis merupakan proses identifikasi penyebab dan faktor yang mendasari insiden terjadi  (Joint Commission Resources, 2015). Dengan demikian, perawat profesional diharapkan mampu mengevaluasi sehingga insiden serupa tidak terjadi lagi.

Apabila perawat melakukan hal-hal tersebut, perawat sudah menunjukan keprofesionalaanya. Harapannya, dengan menjunjung tinggi nilai profesionalisme, perawat dapat mewujudkan pasien yang sehat dan selamat, serta kesejahteraan perawat itu sendiri; yang mana hal tersebut merupakan impian dan kebahagiaan tersendiri bagi perawat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline