Lihat ke Halaman Asli

Janed Tanesib

Mahasiswa

Memahami Kebudayaan dan Meningkatkan Toleransi Melalui Seni Kelompok 1 Gethak

Diperbarui: 18 Juli 2024   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada hari Jumat, 31 Mei 2024, kelompok 1 Gethak dari mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 4 Universitas Trunojoyo Madura (UTM) melaksanakan modul refleksi bertajuk "Bincang Keberagaman dan Toleransi." Acara ini berlangsung dari pukul 15.00 WIB hingga selesai di Gedung Graha Utama Rektorat lantai 5 UTM. Narasumber yang hadir adalah Mas Wisnu Hadi Prayitno dari Sanggar Sabuk Janur Ponorogo, yang memberikan wawasan mendalam tentang keberagaman budaya dan toleransi.

Mas Wisnu membuka sesi dengan menjelaskan bahwa Ponorogo adalah tempat kelahiran seni dan budaya kesenian reog. Ia menekankan pentingnya toleransi dalam menciptakan karya seni. Sebagai contoh, ia menyatakan bahwa ia tidak akan memaksakan seorang muslim membuka hijabnya demi sebuah karya seni, dan sebaliknya, karena hal itu merupakan bagian dari toleransi. Dari sudut pandang kebudayaan, ia menjelaskan bagaimana seorang koreografer atau praktisi seni dapat menerjemahkan arti toleransi dan keberagaman dalam karyanya.

Salah satu kasus yang dibahas adalah klaim budaya reog Ponorogo oleh Malaysia. Mas Wisnu menekankan bahwa orang yang memahami konsep toleransi dan keberagaman tidak akan langsung menghakimi. Sebaliknya, mereka akan berusaha menyelesaikan konflik dengan bijaksana, menciptakan keyakinan dan niat baik untuk menyelesaikan perbedaan. Ia menambahkan bahwa pemimpin yang besar adalah mereka yang menempatkan budaya sebagai bagian integral dari setiap gerakan mereka.

Wawasan dan pengetahuan baru yang diperoleh dari modul kali ini mencakup pemahaman bahwa Ponorogo adalah tempat lahirnya seni dan budaya reog, serta pentingnya toleransi dalam menciptakan karya seni. Melalui contoh kasus klaim atas seni reog Ponorogo oleh Malaysia, mahasiswa belajar bagaimana menangani konflik budaya dengan bijaksana, tidak langsung menilai, dan menciptakan keyakinan serta niat baik untuk menyelesaikan perbedaan.

Pesan yang disampaikan Mas Wisnu untuk merubah pola pikir adalah untuk tidak hanya fokus pada satu tempat, tetapi terus mengembangkan ide dan berusaha hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Ia menekankan pentingnya mengenali, memahami, meyakini, dan terus berbuat sampai menemukan apa yang diinginkan.

Acara ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dan memperkuat semangat toleransi di kalangan mahasiswa, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberagaman budaya dalam membentuk karya seni yang inklusif dan menghargai perbedaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline