Fashion berkelanjutan telah menjadi topik yang semakin relevan dalam beberapa dekade terakhir, terutama terkait dengan dampak lingkungan dari industri fashion.
Industri ini merupakan salah satu kontributor terbesar emisi karbon global, yang mendorong perubahan iklim.
Sektor mode menghasilkan sekitar 10% dari total emisi karbon dunia dan menjadi penyebab utama polusi air, terutama dalam proses produksi pakaian.
Salah satu cara efektif untuk mengurangi dampak lingkungan ini adalah melalui upcycling dan reparasi---dua praktik yang menghidupkan kembali pakaian lama dan membantu meminimalkan konsumsi sumber daya alam.
Upcycling: Memanfaatkan Pakaian Lama untuk Membuat Karya Baru
Upcycling, atau proses memodifikasi dan memperbarui pakaian lama menjadi produk baru dengan nilai lebih tinggi, adalah langkah signifikan dalam mencapai mode berkelanjutan.
Alih-alih membuang pakaian yang sudah tidak terpakai, upcycling memungkinkan kita untuk mengubah barang lama menjadi sesuatu yang baru dan berguna, mengurangi kebutuhan akan pakaian baru dan, pada gilirannya, menekan produksi pakaian yang menghasilkan emisi karbon.
Sebagai contoh, sebuah jeans tua yang sudah usang dapat diubah menjadi celana pendek atau tas tangan yang stylish.
Banyak desainer dan pengrajin di seluruh dunia memanfaatkan bahan bekas ini untuk menciptakan produk mode baru yang memiliki nilai artistik sekaligus mendukung keberlanjutan.
Misalnya, perusahaan mode seperti Patagonia dan Reformation mempromosikan upcycling dengan mengubah bahan sisa produksi menjadi pakaian baru yang trendi dan ramah lingkungan.
Upcycling berkontribusi pada penanganan perubahan iklim karena mengurangi penggunaan energi dan air yang sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan bahan baru.
Sebagai contoh, satu kaos katun baru memerlukan ribuan liter air dalam proses produksinya, sementara upcycling memanfaatkan bahan yang sudah ada tanpa tambahan proses produksi yang boros energi.