Hampir 80 tahun beroperasi, Tupperware kini menghadapi gulung tikar, digilas dengan wadah yang lebih murah dan ramah lingkungan
Tupperware, sebuah merek ikonik yang sudah akrab di telinga banyak orang di seluruh dunia, kini berada di ujung tanduk setelah hampir delapan dekade beroperasi.
Perusahaan yang dulunya dianggap sebagai simbol inovasi rumah tangga dan gerakan sosial perempuan, terutama melalui "pesta Tupperware", kini menghadapi tantangan besar yang mengancam kelangsungan bisnisnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, Tupperware tampaknya semakin kesulitan mempertahankan dominasinya di pasar produk plastik penyimpanan makanan.
Persaingan yang kian ketat, perubahan preferensi konsumen, serta model pemasaran yang ketinggalan zaman telah membuat perusahaan ini semakin terpuruk.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tupperware mulai terlihat goyah, dengan penurunan penjualan dan utang yang semakin menumpuk.
Persaingan dari produk wadah plastik dan bahan alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan semakin memperparah situasi.
Meskipun pernah menjadi simbol budaya pop global, Tupperware saat ini berada di bawah ancaman gulung tikar.
Kita akan membahas latar belakang panjang kesuksesan Tupperware, tantangan yang dihadapinya, serta faktor-faktor yang menyebabkan kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Sejarah Kesuksesan Tupperware
Tupperware didirikan oleh Earl Tupper pada tahun 1946, dan produk pertamanya adalah wadah plastik dengan segel kedap udara yang revolusioner.
Penemuan ini memberikan kemudahan bagi banyak rumah tangga untuk menyimpan makanan agar lebih tahan lama.
Pada era 1950-an, Tupperware mengalami lonjakan popularitas berkat strategi pemasaran yang unik, yakni melalui "pesta Tupperware" yang diperkenalkan oleh Brownie Wise, seorang wanita visioner yang berhasil mendobrak model penjualan langsung ke konsumen.