Bonus demografi memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas nasional dan memperkuat posisinya dalam perekonomian global.
Indonesia diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045, menurut laporan dari Goldman Sachs dan International Monetary Fund (IMF).
Prediksi ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memicu perdebatan: Apakah ini kenyataan yang mungkin tercapai, atau sekadar fatamorgana di cakrawala?
Goldman Sachs, perusahaan bank investasi dan jasa keuangan multinasional asal Amerika, memperkirakan bahwa pada tahun 2050 hingga 2075, akan terjadi pergeseran sumber pertumbuhan ekonomi dunia.
Negara-negara maju tidak lagi menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi global.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, diproyeksikan akan menggantikan posisi negara-negara kaya saat ini.
Dalam laporan tersebut, Indonesia diramalkan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2050, tepat di bawah China, Amerika Serikat, dan India.
Prediksi ini didasari oleh kondisi demografi, di mana pada periode 2050-2075, dunia akan menghadapi tantangan demografi dengan populasi yang menurun.
Indonesia dengan populasi yang besar dan usia produktif yang tinggi, diperkirakan akan menjadi salah satu pendorong utama ekonomi global.
Selain itu, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Negara-Negara Maju (OECD) memperkirakan bahwa pada tahun 2045, ekonomi Indonesia akan mencapai US$8,89 triliun, menjadikannya ekonomi terbesar ke-4 di dunia.
Faktor utama yang mendukung prediksi ini adalah bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada tahun 2030-2040, di mana 64 persen dari total penduduk diproyeksikan berada dalam usia produktif.
Bonus demografi ini bisa menjadi pedang bermata dua.
Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, bonus demografi bisa menjadi bencana.