Social engineering adalah teknik manipulasi psikologis yang digunakan untuk mengecoh individu agar memberikan informasi sensitif atau mengakses sistem yang seharusnya tidak dapat diakses.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami lonjakan signifikan dalam kasus data breach, dengan serangan social engineering menjadi salah satu metode utama yang digunakan oleh pelaku kejahatan siber.
Social engineering, yang memanfaatkan manipulasi psikologis untuk mengecoh individu agar memberikan informasi sensitif atau akses ke sistem, semakin sering terjadi melalui email, telepon, atau pesan teks.
Menurut laporan dari Grand View Research, pasar keamanan siber global mencapai nilai US$203 miliar pada tahun 2022 dan diproyeksikan tumbuh sebesar 12,3% per tahun selama periode 2023-2030, dengan nilai pasar diprediksi mencapai US$500 miliar pada tahun 2030.
Hal ini mencerminkan upaya yang semakin besar dalam melawan ancaman siber, termasuk social engineering.
Di Indonesia, laporan dari Indonesia Anti-Phishing Data Exchange (IDADX) menunjukkan adanya peningkatan tajam dalam pengaduan serangan phishing. Pada kuartal I 2023, IDADX menerima sebanyak 26.675 laporan serangan phishing, menandakan bahwa ancaman ini semakin meresahkan di tingkat lokal.
Biaya akibat serangan siber global juga mencerminkan dampak yang signifikan.
Biaya rata-rata operasional perusahaan karena pembobolan data mencapai US$4,35 juta pada tahun 2021, sementara kerugian akibat serangan siber sepanjang tahun 2022 di seluruh dunia mencapai lebih dari US$10 miliar, atau setara dengan Rp147 triliun, menurut laporan Federal Bureau of Investigation (FBI).