Fenomena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) menjadi sorotan utama, meruntuhkan fondasi-fondasi cinta yang dulu begitu kokoh.
Dahulu, cinta tumbuh subur di dalam dinding-dinding rumah tangga, namun sayangnya, kini keadaan berubah menjadi pahit. Fenomena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) menjadi sorotan utama, meruntuhkan fondasi-fondasi cinta yang dulu begitu kokoh.
Bagaimana bisa dari sayang bermetamorfosis menjadi benci?
Menggali akar permasalahan dan memahami perubahan dinamika dalam hubungan rumah tangga yang dulunya dipenuhi oleh kehangatan.
Ketika Cinta Dulu Berkembang
Pertama-tama, kita melihat bagaimana cinta dapat tumbuh subur di dalam rumah tangga. Dulu, ketika dua insan saling mencintai, rumah menjadi tempat perlindungan dan kebahagiaan.
Kedua pasangan saling melengkapi, saling mendukung, dan menciptakan suasana harmonis.
Fenomena KDRT muncul dengan segala bentuknya, mulai dari kekerasan fisik hingga kekerasan verbal. Ketidaksetaraan, ketidakpuasan, dan tekanan emosional merasuki rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat berlindung.
Latar belakang munculnya fenomena KDRT dalam rumah tangga dapat melibatkan berbagai faktor kompleks. Beberapa faktor yang umumnya terkait dengan peningkatan kasus KDRT antara lain:
1. Ketidaksetaraan Gender:
Budaya patriarki yang masih kuat dapat menciptakan ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan, di mana salah satu pasangan merasa memiliki kendali penuh.
2. Tekanan Ekonomi:
Kesulitan finansial seringkali menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga. Tekanan ekonomi yang tinggi dapat menciptakan ketegangan, memberi makan emosi negatif, dan memicu perilaku kekerasan.