Lihat ke Halaman Asli

Jandan A

Suka nulis dan nyanyi di kamar mandi.

"Kontroversi Hati" Dana Desa

Diperbarui: 8 April 2017   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Akhir Maret 2017, sebanyak 16 Kepala Desa (Kades) di kabupaten Pandeglang, provinsi Banten diperiksa oleh Kejari setempat. Pemeriksaan itu berkaitan dengan adanya dugaan penyelewengan Dana Desa dan Anggaran Dana Desa (DD, ADD) tahun 2015-2016.

Kekhawatiran masyarakat akan bakal maraknya para Kades yang terjerat kasus hukum telah diprediksi jauh-jauh hari. Alasannya tiada lain karena para Kades dianggap masih belum pada "cerdas" dalam mengelola uang negara.

Seiring dengan visi Pemerintah “Membangun Indonesia dari pinggiran”, Desa pun kini menjadi primadona dan banyak pula orang yang bermimpi menjadi Kades, maklum karena besarnya anggaran yang digelontorkan Pemerintah, baik dari Pemerintah pusat maupun daerah.

Yang lucu dari fenomena “Desa kaya” saat ini, di satu sisi Desa punya banyak uang tapi di sisi yang lain mereka seperti kebingungan untuk membelanjakannya.

Beberapa Kades di kabupaten Pandeglang, provinsi Banten, misalnya mengeluhkan tidak dibolehkannya penggunaan  dana desa untuk pembelian lahan tanah, padahal  mereka dituntut untuk membangun beragam fasilitas seperti Kantor Desa, Posyandu, Taman Pintar, sarana olahraga dan lainnya. Padahal tidak semua desa memiliki lahan atau tanah bengkok.

“Untuk membangun fasilitas-fasilitas itu kami harus menggunakan tanah hibah.  Zaman sekarang, orang yang menghibahkan tanah untuk fasilitas umum itu sudah langka,” kata salahsatu Kades di kecamatan Koroncong.

Karena tidak ada warganya yang bersedia menghibahkan tanah, sang Kades pun akhirnya merelakan lahan garasi mobilnya untuk pembangunan Taman Baca masyarakat.

“Daripada lama-lama nunggu orang yang akan menghibahkan tanah, akhirnya Taman baca saya bangun saja di lahan garasi saya,” ujarnya.

Ada lagi kisah Desa yang belum memiliki kantor. Seperti di wilayah kecamatan Cimanuk, sang Kades mengaku galau karena dirinya sering ditanya warganya mengenai kapan bisa memiliki kantor desa. 

“Untuk sementara ini kantor desa masih di rumah saya dulu. Bingung, uang mah kita banyak tapi tidak boleh untuk beli lahan,” ungkapnya.

Memang betul, sosialisasi mengenai penggunaan dana desa ini telah sering dilakukan, baik oleh Pemda maupun oleh aparat penegak hukum. Namun lagi-lagi persoalannya tidak sesederhana itu. Harus diingat atmosfer desa berbeda dengan kota, pendekatannya juga tentu harus dibedakan. Perlu kajian yang lebih mendalam lagi untuk pembangunan Desa, mengingat pula tiap-tiap daerah di Nusantara ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline