[caption id="attachment_302466" align="alignleft" width="268" caption="from diansyahinjawapos.wordpress.com"][/caption] Investigasi yang dilakukan Time terhadap kekayaan Soeharto dan anak-anaknya mengungkapkan durian runtuh sebesar $ 15 miliar dalam bentuk uang, properti, benda seni, perhiasan dan pesawat jet. Sebagai bagian dari penelitian selama empat bulan di 11 negara, Time mengetahui adanya pergeseran uang Soeharto sebesar $ 9 miliar dari Switzerland ke Austria. Tapi, jumlah $ 9 miliar itu hanya sebagian dari kekayaan yang dihimpun Soeharto dan keluarga selama tiga dasawarsa melalui perusahaan-perusahaan monopoli. Berdasarkan data dari BPN, majalah Properti Indonesia melaporkan bahwa tanah yang dikuasai keluarga Soeharto mencapai 3,6 juta hektar tanah real estate, termasuk tanah di Timor Timur yang mencapai hampir 40% dari luas provinsi itu.Di Indonesia, keturunan Soeharto memiliki saham dalam sedikitnya 564 perusahaan. Di luar negeri, pemilikan mereka ada di ratusan perusahaan tersebar mulai dari Amerika Serikat sampai Uzbekistan, Belanda, Nigeria dan Vanuatu. Time memperkirakan dalam kurun waktu 30 tahun, penguasaan atas berbagai perusahaan mencapai $ 73,24 miliar yang pada saat ini bernilai $ 15 juta.Dengan judul Children of Fortune, Time melaporkan kekayaan anak-anak Soeharto sebesar US $ 5,405 juta Menurut Vickers (Executive Managing Director di Asia dari Kroll Associates), dalam "tangga nada" besarnya jarahan, Soeharto menempati puncak tangga dengan jarahan sebesar $ 15 miliar. Marcos $ 10 miliar, Kaisar Haile Selassie $ 2 miliar, Mobutu Sese Seko $ 5 miliar, Jean-Claude Duvalier $ 500 juta. Menurut Bill Guerin taksiran mengenai kekayaan yang dikumpulkan Soeharto selama masa kekuasaannya tergantung kepada siapa yang menaksir: ü Forbes Magazine menaksir $ 16 miliar ü Newsweek menduga $ 30 miliar ü Asiaweek memperkirakan $ 8 miliar ü CIA mengatakan $ 30 miliar ü Pusat Data Bisnis Indonesia mengatakan $ 20 miliar. Dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tanggal 13 Nopember 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dianggap sebagai terobosan penyelesaian kasus Soeharto. Pada kenyataannya terjadi tarik ulur maju-mundur tindakan yang dilakukan Jaksa Agung sehingga semua tergantung Soeharto (Tempo Edisi 21 Mei 2006) (Diringkas dari Buku Tuannakota) Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab yang disebabkan kegagalan dalam menangani kasus Soeharto. Soekarno mengingatkan untuk tidak melupakan sejarah. Sejarah di masa lalu semestinya dijadikan pembelajaran. Dan lebih penting dari semua itu adalah realitas sekarang dan masa depan. Tidak selesainya kasus secara tuntas berdampak negatif pada upaya hukum terhadap keluarga, penguasa lain di era Soeharto dan penguasa setelah Soeharto. Jika beberapa tokoh mengatakan bahwa gelar pahlawan merupakan saran rekonsiliasi,maka itu adalah sebuah kemunduran. Soeharto bersalah atau tidak pun masih menjadi persoalan. Rekonsiliasi baru dapat dilakukan jika duduk perkara sudah jelas siapa yang salah dan siapa yang tidak bersalah. Pelajaran terpenting dari semua ini adalah bahwa penegakan hukum semestinya ditegakkan tanpa pandang bulu. Ini untuk antisipasi jika beberapa tahun ke depan ada yang mengusulkan mantan pejabat menjadi pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H