Lihat ke Halaman Asli

Akun Hantu Kritis

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bicara soal hantu kayaknya menarik. Mulai dari hantu kampong, hantu komunisme, hantu terorisme, dan yang lagi hangat akun hantu. Kesannya, penempelan kata hantu cukup menyeramkan. Hiiiii, takut! Apalagi kalau para hantu sudah canggih dan buka akun hantu di blog. Oh, seram….

Di jaman ini, pemanfaatan hantu untuk merubah perilaku orang lain ternyata masih cukup efektif. Biarpun katanya sudah modern dan “takut” kepada Allah, nyatanya masih lebih takut dengan hantu. Tidak percaya? Coba saja pasang tulisan di ujung gang, “hati-hati kencing disini kesambit hantu” niscaya tidak ada yang berani kencing di tempat itu. Masih tidak percaya? Tengok saja, banyak kompasianer yang takut dengan akun hantu kan? Hahaha.

Lebih parah lagi, ada yang begitu takut dengan pluralism dan demokrasi sehingga muncul sebutan hantu pluralism dan hantu demokrasi. Mereka yang ketakutan biasanya menginginkan keseragaman dan anti kritik. Kalau pun boleh mengkritik lalu ditambahi embel-embel “boleh kritis tapi jangan sinis” atau “kritik pakai akun yang jelas, jangan seperti pengecut”. Jadi secara spesifik mereka takut dengan yang saya beri nama hantu kritis, hantu yang hobinya ngekritik.

[caption id="attachment_270760" align="aligncenter" width="355" caption="Diambil dari A Practical Guide To Critical Thinking by Hashkins (2006)"][/caption]

Untuk menjadi hantu kritis, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah skeptis. Jadi salah satu cara membangun pola pikir kritis adalah dengan bersikap skeptis. Skeptis ini jelas berbeda dengan sinis. Skeptis berpijak pada pemikiran yang terbuka (open minded) sementara sinis berpijak pada pemikiran yang tertutup (close minded). Orang anti kritik cenderung memandang sinis hal-hal di luar kebenaran yang diyakininya sehingga tidak mau membuka diri atas pemikiran-pemikiran baru. Hal ini berkebalikan dengan orang skeptis. Orang skeptis meragukan kebenaran atau pun kesalahan sampai dapat terbukti bahwa sesuatu itu benar atau salah (secara ilmiah, historis atau disiplin ilmu tertentu).

Sering kali pengertian sinis dan skeptis saling tertukar sehingga para ahli memberi penekanan pada istilah healthy skepticism (skeptis yang sehat). Skeptis yang sehat menempatkan kebenaran diatas persoalan menang-kalah dalam beradu argument serta mendasarkan pada fakta dan bukti-bukti, tidak sekedar "ngecap" dan “desas-desus” untuk menyerang pihak lain. Dalam melakukan kritik senantiasa menekankan pada obyektivitas, bukan subyektivitas semata. Meragukan buah pemikiran tapi tidak meragukan pemikirnya dengan membodohi, meremehkan atau sinis. Terbukti benar jika benar dan terbukti salah jika salah adalah sama menggembirakannya karena adanya komitmen pada pengetahuan dan kemajuan. Karena berpegang pada sifat-sifat tersebut, maka untuk menjadi hantu kritis, orang skeptis tidak begitu mempersoalkan akun hantu atau bukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline