Lihat ke Halaman Asli

Jan Roi

Pedagang yang suka menulis

Peluang Prabowo Lebih Besar, Kenapa?

Diperbarui: 4 Februari 2024   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenapa peluang Prabowo Subianto menang Pilpres lebih besar?

Hari ini, saya dapat pelajaran baru, sebuah tulisan yang membahas penemuan Amos Taversky dan Daniel Kahneman, pada tahun 1972, tentang Bias Kognitif.

Menarik, lalu saya kaitkan kenapa Prabowo Subianto punya elektabilitas tinggi dan berpeluang menang 1 putaran pada Pemilu nanti, lalu kaitannya dengan kualitas pendidikan di negeri ini.

Seperti Rocky Gerung pernah bilang, bahwa Presiden Joko Widodo sibuk bangun tol yang panjang, tapi lupa bangun pendidikan bangsa, ada benarnya.

Hasil rilis terbaru, bahwa hanya 10% penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi. Sisanya? SMA sederajat ke bawah. Lazimnya, pola pikir rasional juga dipengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Dan sering sekali, manusia megambil sebuah keputusan, tanpa pikiran rasional. Hanya berdasarkan faktor emosional saja. Inilah yang disebut bias kognitif.

Bias kognitif bukanlah perilaku buruk, bahkan didunia kerja, hal ini sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mental seseorang.

Jadi, sudah benar pilihan konsultan politik Prabowo Subianto, bagaiman cara menggiring masyarakat, untuk lebih care padanya, lebih tahu namanya, ketimbang lebih tahu latar belakang dan sejarah, track record seseorang.

Kalian boleh mengejek program "makan gratis dan susu gratis" Prabowo-Gibran, tapi secara bias kognitif, hal itu cukup melekat dalam benak masyarakat kita, ketimbang visi-misi capres lain yang dijabarkan panjang dan lebar itu.

Kalian boleh hina joget Gemoy ala Prabowo-Gibran, dan mengangungkan pola kampanye Desak dan Tbrak Sat-Set itu. Tapi, yang melekat dalam benak mayoritas masyarakat, ya Joget Gemoy.

Itulah kenapa faktor pendidikan itu penting, survey itu penting, dan memahami pola perilaku masyarakat juga penting.

Yang ikut program desak dan tabrak itu, boleh jadi hanya merangkul 10% masyarakat dengan tingkat pendidikan seperti yang dituliskan diawal tulisan ini, sisanya? Joget gemoy.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline