Oleh: Jamrin AB
Sang putra bajak laut itu menjejakkan kaki di Kota Donggala disaat suasana gaduh. Syariful gundah disangkutpautkan dengan dirinya. Orang-orang curiga kalau dia biang kekacauan di Teluk Palu, sehari yang lalu. Mujur sesepuh negeri, Pettatua menuntaskan tuduhan itu.
Sungguh, bukan waktu yang tepat. Orang-orang curiga kalau dia biang kekacauan di Teluk Palu, sehari yang lalu. Mujur sesepuh negeri, Pettatua menuntaskan tuduhan itu.
Syariful datang di kota dagang ini demi menemui seorang putri. Rafiah, si jelita yang dulu dikenalnya, lama tidak saling berkabar. Jarak dan waktu telah memisahkan secara fisik.
"Kakanda baru beberapa hari saja di sini, sudah ingin pergi lagi?" ucap Rafiah dengan nada tanya.
Rafiah, sang putri yang dulu masih belia, kini tumbuh dewasa dan semampai. Cukup matang untuk dinikahi. Di kota ini bukannya tidak ada yang menaksir dirinya. Ada banyak yang menjejaki dirinya. Cuma saja orang tuanya telah menetapkan pada siapa akan datang meminang.
"Lama nian kau baru datang. Sekarang hendak pulang cepat," kata Rafiah terbata-bata.
Keduanya diam beberapa saat. Tak seberapa lama, angkat bicara dengan nada lembut; "Bukan begitu, adinda. Sama sekali tidak bermaksud meninggalkanmu. Hanya sesaat saja, nanti aku kembali lagi di kota ini."
"Mungkinkah?"
"Kenapa tidak? Pastilah aku akan kembali lagi."
Keduanya saling memandang wajah. Mereka berikrar dan melepas rindu. Cuma saja sang putri itu sedikit malu-malu.