Secara bercanda teman-teman membuatkan kuestioner kecil-kecilan, mana yang akan kamu pilih, pintar kerja tapi tak pintar omong, atau banyak omong tapi nggak bisa kerja.
Entah mungkin karena teman-teman ini semuanya pekerja keras dengan karier yang cemerlang, semuanya memilih untuk pintar kerja tak bisa ngomong sebagai pilihan pertama.
Lalu saya teringat selama karier di perusahaan sebagai manajemen.
Dulu ada teman satu kantor yang kebetulan berbeda divisi dengan saya, ia begitu pintar sekali ngomong - merangkai kata-kata adalah keunggulan utama. Dalam berbagai rapat dengan direksi, kemampuan dia sering memukau saya. Koq bisa ya, ngomongnya pintar begitu.
Dan yang lebih hebatnya lagi dia tidak pernah dipecat atau kena sangsi, walalupun selama saya bekerja di perusahaan itu, semua target yang diberikan oleh pimpinan tidak pernah dicapai. Kami semua yang berada diperusahaan itu bertanggung jawab kepada direksi yang juga adalah profesional yang sama sekali tidak ada hubungan dengan pemilik modal.
Setelah itu saya pindah kerja ditempat lain, pada saat yang sama saya masuk bekerja diperusahaan baru itu - masuk juga teman lain divisi yang baru juga di rekrut oleh perusahaan.
Dalam berbagai meeting perusahaan dengan direksi, saya menemukan sosok diperusahaan sebelumnya. Pribadi yang pintar sekali omong, mengolah kata, tapi hasil kerjanya nol.
Sekali ini saya taruhan makan siang dengan rekan satu divisi, bahwa orang tersebut tidak akan dipecat. Iseng-iseng berhadiah dengan harapan dapat makan siang gratis.
Tetapi sekali ini sial. Saya kalah dan harus membayar makan siang alih-alih dibayar.
Ternyata orang yang pintar omong tapi kerjanya nol besar itu dipecat oleh direksi. Koq bisa.