Lihat ke Halaman Asli

James P Pardede

Freelancer

Menjadi Relawan Itu Rasanya "Gado-Gado"

Diperbarui: 12 Februari 2022   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemasangan kaki palsu (Foto: Dok Pribadi)

TAWARAN menjadi relawan sebenarnya secara tidak langsung sudah disampaikan sejak lama, tapi untuk mengatakan ya masih banyak pertimbangan. Beberapa bulan kemudian, tak pernah terpikir sebelumnya saya bisa bergabung dengan salah satu yayasan yang getol melaksanakan kegiatan sosial dan membantu masyarakat yang kesulitan, masyarakat yang kurang beruntung dan memiliki keterbelakangan (cacat).

Pertimbangan pertama ketika saya memutuskan untuk ikut dalam Tim Sukarelawan yayasan tersebut adalah jangan berharap banyak untuk mendapatkan sesuatu terutama honor atau gaji. Karena tidak ada ukuran atau angka besaran 'ucapan terimakasih' yang kita peroleh ketika kita sudah menyelesaikan satu program kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang.

Hari pertama memutuskan untuk ikut menjadi relawan adalah membantu warga masyarakat yang mengalami musibah, dimana rumahnya ludes terbakar. Kami pun datang memberikan bantuan dan menolong keluarga untuk mendapatkan tempat tinggal sementara.

Selanjutnya, kami membantu penyandang cacat yang tidak punya kaki dan tangan. Ada beberapa alasan yang kami terima kenapa mereka sampai kehilangan kaki atau tangan. Ada yang karena kecelakaan lalu lintas atau sesuatu hal yang menyebabkan kaki atau tangannya tidak lengkap.

Tim relawan yang diturunkan berjumlah sekitar 20 orang memiliki peran dan tugas masing-masing. Ada dari kalangan medis, ada juga yang memiliki keahlian mencetak kaki dan tangan palsu (yang biasa kami sebut kaki pengganti atau tangan pengganti).

Kami bergerak tidak hanya di Sumatera Utara saja sebagai kantor pusat relawan tempat saya mengabdi. Kami juga memberikan bantuan kepada penyandang cacat di Riau, Kalimantan, Sulawesi dan provinsi lainnya.

Menjadi relawan itu rasanya sangat beragam, kalau saya mengungkapkannya seperti 'gado-gado'. Terkadang sedih, gembira dan campur aduk. Selain bisa bertemu banyak orang, menjadi relawan itu perlu ketulusan hati, kerelaan hati untuk menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongan kita.

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menjadi relawan bagi orang lain. Walaupun saat ini saya tidak lagi menjadi relawan resmi di yayasan tersebut, pengalaman dan kenangan yang saya rasakan sampai hari ini masih tetap terpatri. Saya jadi ingat bagaimana saya harus menggendong seorang ibu yang cacat hanya untuk mendapatkan kaki penggantinya. Lalu, setelah kaki penggantinya dipasang ibu itu menangis bahagia karena akhirnya bisa berjalan dan melakukan aktifitasnya tanpa harus menggunakan tongkat lagi.

Kenangan menjadi relawan yang saya tuliskan ini mudah-mudahan bisa bermanfaat. Relawan-relawan tangguh yang sampai hari ini masih kita temukan di sekitar kita mungkin memiliki pengalaman yang lebih mengesankan dan mengagumkan. Salam sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline