Proses panjang pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan daerah tahun 2016 dimulai dengan penyerahan Laporan Keuangan 2016 ke BPK Perwakilan NTT pada tanggal 31 Maret 2016. Kemudian dilanjutkan dengan Pemeriksaan (Audit) LKPD 2016 tanggal 10 April 2017 sampai dengan 15 Mei 2017, dan akhirnya ditutup dengan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHP LKPD) Kabupaten Sumba Timur tahun 2016 yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2017.
Hasil dari proses panjang tersebut di atas berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2016. Opini WTP untuk Laporan Keuangan telah berhasil diraih Pemerintah Sumba Timur untuk dua tahun berturut-turut yaitu LK 2015 dan LK 2016.
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemkab Sumba Timur tahun 2016 yang terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran (LP SAL), Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), can Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), ditujukan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan tersebut.
Pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektifitas sistem pengendalian internal, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan NTT, laporan keuangan Pemkab Sumba Timur sesuai SAP mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian.
Pemberian opini merupakan bentuk apresiasi dari BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan, di samping pemberian rekomendasi lainnya. Laporan keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sebagai gambaran, di jajaran pemerintah daerah, menyusun laporan keuangan memerlukan perjuangan ekstra. Kelemahan dalam sistem pengendalian intern dan keterbatasan sumber daya manusia yang paham akuntansi pemerintahan sebagai penyebabnya. Keruwetan semakin menjadi karena ditunggangi kepentingan politik legislatif dan eksekutif dalam penggunaan anggaran yang cenderung menabrak aturan. Atas semua itu laporan keuangan harus tetap disajikan secara akuntabel. Dan ini bukan hal yang mudah.
Permasalahan yang sering menjadi penghambat opini WTP, khusus terhadap LKPD, masih terkait dengan pengelolaan kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, serta secara mayoritas disebabkan karena pengelolaan aset tetap yang belum akuntabel. Permasalahan aset tetap Pemerintah Daerah pada umumnya terkait adanya barang milik daerah (BMD) tidak dicatat, BMD yang tidak ada justru masih dicatat, BMD dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah.
Kelemahan sistemik ini merupakan bawaan dari masa lalu yang memosisikan pengelolaan BMD tidak lebih penting dibanding pengelolaan uang. Penyebab lainnya karena pola pikir pelaku yang lebih hobi membeli daripada memelihara. Kondisi ini berlangsung bertahun-tahun terakumulasi sehingga menjadi permasalahan kronis yang harus segera ditangani oleh Kapala Daerah.
Penerapan SAP sampai memperoleh opini BPK merupakan rangkaian proses panjang. Pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dilakukan berdasarkan pada kesesuaian dengan SAP, pengungkapan yang cukup, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Pasal-pasal dalam SAP yang digunakan sebagai kriteria penentu dalam pemberian opini harus dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh dengan mempertimbangkan karakteristik kualitatif laporan keuangan yang merupakan prasyarat normatif yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
Hal ini tidak mudah, dan tidak bisa dilakukan secara matematis. Tidak ada rumusan yang pasti, dengan tingkat kesalahan tertentu akan memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) atau sebaliknya pada tingkatan lainnya akan memperoleh WTP. Dengan atau tanpa pengecualian ini bisa menjadi perdebatan panjang, karena pertimbangan kualitatif yang dipengaruhi unsur subyektifitas auditor yang mengatasnamakan professional judgment.
Professional judgment dalam hal ini judgment auditor BPK, akan bisa berada pada jurang yang lebar, pada saat kompetensinya tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Sebagai pengadil yang baik, maka kompetensi dalam memahami permasalahan pengelolaan keuangan negara/daerah menjadi penting, supaya aturan yang berlaku bisa ditafsirkan dalam substansi bahasa yang sama dengan penyaji laporan keuangan (auditan). Pengalaman juga sangat berperan dalam menentukan judgment guna mempersempit ruang persepsi.Karena itu, dalam laporan keuangan seringkali dikenal istilah kewajaran penyajian informasi keuangan yang berarti tidak absolut. Dan kewajaran yang sifatnya relatif inilah yang seringkali menjadi ajang perdebatan dalam pemberian opini.
Dari hasil yang telah diraih, diharapkan tidak membuat Pemkab Sumba Timur terlena dengan eforia opini WTP, hingga mengabaikan rekomendasi-rekomendasi yang telah diberikan oleh tim auditor BPK Perwakilan NTT. Diharapkan ke depannya, Pemkab Sumba Timur dapat segera menyusun rencana aksi (action plan) untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Perbaikan-perbaikan terhadap mekanisme pengelolaan keuangan daerah tetap terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan.