Lihat ke Halaman Asli

Jamesallan Rarung

Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Tak Melanggar Sumpahnya Jika Melakukan Kebiri Kimiawi

Diperbarui: 30 Mei 2016   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kebiri kimiawi. Sumber; Shutterstock

Jika seorang dokter melakukan tindakan untuk menyuntikkan anti androgen pada pria adalah melanggar Sumpah Dokter, lalu bagaimana dengan dokter yang selalu menyuntikkan anti estrogen kepada wanita? Apakah juga melanggar Sumpah Dokter?

Ada yang mengatakan bahwa jika ada dokter yang melakukan suntikan anti androgen (kebiri kimiawi), dalam konteks melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) "kebiri" maka dokter tersebut telah melanggar sumpah jabatannya dan melakukan tindakan biadab. 

Benarkah? Terlalu naif menurut saya. Selama suatu peraturan itu sah dan mengikat di negara kita ini, maka semua warga negara termasuk dokter wajib untuk melaksanakannya. Jadi, jika ada perintah undang-undang bagi seorang dokter untuk melakukan tindakan melaksanakan tugas berdasarkan hukum, maka dokter harus mematuhinya. 

Tentunya dalam konteks pelaksanaan hukuman "kebiri kimiawi" ini, hal tersebut dilakukan terhadap terpidana yang sudah miliki putusan yang berkekuatan hukum tetap, atas kasus pelanggaran berat tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak-anak bahkan disertai dengan pembunuhan.

Jika ini dilaksanakan maka itu bukanlah pengingkaran terhadap kode etik dan sumpah dokter. Karena demi keadilan maka dokter haruslah melaksanakan perintah undang-undang yang berlaku tersebut. 

Berbeda halnya jika tindakan ini dilakukan oleh dokter terhadap orang bebas atau tak bersalah secara hukum, maka tentunya selain melanggar hukum dokter tersebut otomatis melanggar kode etik dan sumpahnya. 

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sangatlah jelas dalam pasal 50 bahwa seseorang tidaklah melanggar hukum jika melaksanakan perintah undang-undang, begitupun pada pasal 51 yang menyatakan hal yang sama dalam hal melaksanakan tugas jabatannya.

Adapun Sumpah Dokter adalah lafal yang didasari oleh Sumpah Hippokrates. Dalam kedokteran modern sumpah dokter ini sesuai dengan Deklarasi Geneva (1948) dan selanjutnya diratifikasi oleh Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara Departemen Kesehatan RI dan Panitia Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kala itu. Lafal sumpah ini diucapkan pertama kali oleh lulusan Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1959. Lafal sumpah ini, kemudian dikukuhkan dengan PP No.26 Tahun 1960.

Pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 14-16 Desember 1981 oleh Departemen Kesehatan RI telah disepakati beberapa perubahan dan penyempurnaan lafal sumpah dokter, sehubungan dengan berkembangnya bidang kesehatan masyarakat. Sehingga isinya sama seperti yang saat ini dilafalkan. 

Salah satu isi dari Sumpah Dokter adalah "Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat". Jadi sangat jelas bahwa seorang dokter telah bersumpah untuk menjalankan tugasnya demi kepentingan masyarakat. 

Adapun mengenai menjalankan perintah undang-undang terhadap para pelaku keji, yang telah melakukan pemerkosaan, kekerasan bahkan pembunuhan kepada anak di bawah umur, maka jika melaksanakan tindakan suntikan anti androgen sebagai "kebiri kimiawi" adalah jelas demi kepentingan melindungi masyarakat dari berulangnya tindakan keji tersebut. Di sini malah jelas-jelas dokter bukan hanya tidak melanggar sumpahnya, malah sebaliknya telah memenuhi salah satu butir dari lafal Sumpah Dokter.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline