Tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mensejahterakan masyarakat umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam perdamaian dunia. Memperhatikan beberapa kasus dalam penyelenggaraan pendidikan selama 5 (lima) tahun terakhir khususnya murid memukul guru yang sangat sering terjadi, perlu kiranya menjadi perhatian penting dengan melihat kembali tujuan bangsa Indonesia.
Hal ini seakan menunjukkan nilai-nilai sosial yang dibangun selama ini perlahan telah ditinggalkan dalam berkehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui bersama, terdapat beberapa kasus setiap tahunnya terjadi dalam dunia pendidikan seperti guru honorer dipukul muridnya karena tidak terima ditegur di Sukabumi pada tahun 2015, guru SMKN 2 Makassar dianiaya muridnya tahun 2016, Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Kendari yang juga seorang guru dipukul orang tua siswa karena anaknya ditampar pada tahun 2017, seorang siswa Madrasah Darussalam Pontianak menganiaya gurunya karena tidak terima ditegur pada tahun 2018 dan seorang murid memukul guru di salah satu SMA di Riau tahun 2019.
Penulis menyimpulkan sementara bahwa terjadinya beberapa kasus seperti murid memukuli guru, telah menggambarkan seperti bangunan kesadaran dan moralitas yang terbangun dari nilai agama, adat istiadat dan sosial runtuh karena penurunan kualitas kesadaran. Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya tentang Pendidikan menyatakan bahwa "menurut paham pendidikan, maka hukuman itu suatu syarat untuk mengertikan pada anak, bahwa segala perbuatan orang itu membawa akibat sendiri-sendiri".
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa hukuman yang diberikan oleh guru kepada murid adalah sebagai syarat untuk mengertikan anak/murid pada perbuatan yang salah, namun hal tersebut justru berbeda ketika kondisi guru memberikan hukuman untuk mengingatkan kesalahan justru mendapatkan perlawanan dari murid. Muncul sebuah pertanyaan, apakah ada batasan seorang guru memberikan hukuman ketika muridnya melakukan suatu kesalahan dengan memberikan hukuman?
Ki Hadjar Dewantara membagi pada 3 (tiga) hal syarat-syarat hukuman, yaitu Pertama, Hukuman harus selaras dengan kesalahannya. Andai kata kotor tulisannya, haruslah ia disuruh menulis lagi sampai rapi, demikian seterusnya; Kedua, Hukuman harus dilakukan dengan adil. Jangan sampai membedakan anak yang satu dengan yang lain, atau memihak salah seorang anak. Penyelidikannya harus adil dan hukumannya harus seimbang, kalau tidak guru seolah-olah merusak rasa keadilannya anak dan rasa cintanya pada guru; Ketiga, Hukuman harus lekas dijatuhkan.
Ki Hadjar Dewantara juga menyampaikan bahwa perlunya suatu aturan ialah supaya anak segera mengerti akan hubungannya hukuman dengan kesalahannya. Pendidik hanya boleh membantu kodrat-idratnya "keadilan", kalau buahnya pekerjaan dan keadaan itu tidak timbul karena rintangan, atau kalua buahnya itu tidak terlihat nyata dan terang." Anak-anak harus dimengertikan tentang kemerdekaan, harus diajar mencintai faham kemerdekaan yang mengandung 3 fatsal tadi (tak terperintah, tak tergantung kepada orang lain dan cakap mengatur ketertiban hidupnya sendiri).
Memperhatikan hal tersebut disimpulkan sementara bahwa Ki Hadjar Dewantara menakankan pada pemberian hukuman harus memperhatikan tiga syarat yaitu hukuman yang harus selaras dengan hukumannya, hukuman harus dilakukan dengan adil dan hukuman harus lekas dijatuhkan. Penulis berpendapat hal ini sangat tepat untuk diimplementasikan oleh setiap tenaga pendidik dalam menerapkan hukuman kepada murid sehingga tidak ada pernyataan yang muncul bahwa guru sebagai tenaga pendidik merasa takut memberikan hukuman kepada murid yang bersalah karena akan bermasalah dengan hukum nantinya.
Pemukulan murid terhadap guru beberapa tahun ini yang sering terjadi telah menunjukkan bahwa pembangunan moralitas dan kebudayaan kepada murid sebagai generasi bangsa perlu ditinjau kembali di setiap lingkungan pendidikan. Peserta didik yang duduk di bangku sekolah dalam menempuh pendidikan perlu kiranya diperkuat dengan moral dan kebudayaan dari tenaga pendidik, karena hal itu akan berdampak pada saat peserta didik/murid tersebut lulus dari bangku pendidikan dan berada di lingkungan masyarakat yang beragam tantangan dan hambatan yang akan dihadapi.
Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa kebudayaan adalah hasil perjuangan manusia, yakni perjuangannya terhadap segala kekuatan alam yang mengelilinginya dan segala pengaruh zaman atau masyarakatnya. Oleh karena itu, di saat perkembangan teknologi semakin cepat dan pengetahuan dipacu untuk ditingkatkan maka peranan tenaga pendidik sangat diperlukan dengan mengajarkan suatu kebudayaan pada setiap murid sehingga melahirkan moralitas generasi bangsa yang terbaik.
Semoga permasalahan penyelenggaraan pendidikan terkait murid memukuli guru tidak terulang kembali kedepannya dan kita mengambil suatu pengalaman untuk melakukan perbaikan bersama baik dari dari sisi penyelenggara, tenaga pendidik, orangtua peserta didik dan peserta didik. Penulis menyimpulkan bahwa solusi permasalahan tersebut dapat diantisipasi dengan penguatan kebudayaan kepada peserta didik dan menerapkan hukuman sesuai dengan syarat-syaratnya sebagaimana dikatakan Ki Hadjar Dewantara, khususnya penguatan dari orangtua peserta didik dan lingkungan sekitar dalam membangun kepribadian peserta didik. Sebagaimana Hukuman adalah sebagai syarat untuk mengingatkan kesalahan atas perbuatan yang dilakukan namun tindakan melakukan hukuman juga harus memperhatikan pada situasi dan tindakan yang tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H