Lihat ke Halaman Asli

James Xaverius

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Maraknya PHK oleh Pengusaha terhadap Pekerja di Tengah Covid-19, Apakah Sah secara Hukum?

Diperbarui: 13 April 2020   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. detik.com/Fuad Hasyim

Wabah Covid-19 telah menimbulkan dampak yang luar biasa, terutama bagi dunia usaha di Indonesia. Masyarakat Indonesia dibuat gempar dengan maraknya gelombang Pemutussan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan akibat usaha yang merugi terus-menerus.

Banyaknya perusahaan-perusahaan yang memutuskan untuk melakukan PHK dikarenakan tidak memiliki pemasukan yang cukup untuk membayar gaji para pekerjanya, dengan adanya himbauan dari Pemerintah untuk work from home (WFH)

Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap karyawannya dalam situasi pandemik Covid-19 sah secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 164 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi :

Pasal 164 ayat 1 : "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."

Berdasarkan Pasal 164 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, dapat dikaitkan bahwa pandemik Covid-19 ini merupakan force majeur ( keadaan kahar) dimana situasi ini berada diluar kendali atau diluar kemampuan si Pengusaha, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan ekonomi si Pengusaha dalam membayar gaji para pekerjanya.

Terkait pembayaran pesangon, pekerja yang terkena PHK memiliki hak mendapatkan pesangon sesuai peraturan perundang-undangan, dan apabila Pengusaha tidak memberikan pesangon dalam hal Pengusaha mengalami kerugian akibat pandemic Covid 19, maka Pekerja dapat memohon pailit terhadap Pengusaha tersebut dengan harapan hasil likuidasi asset diberikan untuk membayar hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, bahwa pekerja dalam hal kepailitan berposisi sebagai Kreditor Preferen atau kreditor yang paling istimewa sebagaimana diatur pula dalam Pasal 95 ayat 4 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi :

Pasal 95 ayat 4 : "Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya."

Merujuk pada Pasal 95 ayat 4 UU Ketenagakerjaan, dapat disimpulkan bahwa hasil likuidasi dari perusahaan yang dipailitkan dapat diutamakan untuk pembayaran hak-hak buruh/pekerja sebagai kreditur preferen. Hal ini untuk menjamin hak-hak para pekerja apabila diputuskan hubungan kerjanya, maka ia juga memiliki hak untuk menerima pesangon, dan Pengusaha wajib untuk memenuhi hak-hak tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline