Lihat ke Halaman Asli

Djohan Chan

Pernah menjadi Redaktur di beberapa Media Cetak dan Elektronik, pernah memjadi Pemimpin Redaksi dibeberapa Media Cetak dan Elektronik

Jengkol Tua Ternyata Lebih Enak untuk Ulam Makan

Diperbarui: 1 November 2022   03:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bentuk Jengkol Muda dan Bentuk Jengkol Tua (kanan) Foto- Isn.

Bagi yang senang makan nasi pakai ulam (Lalaban), khususnya jengkol muda, nikmatnya tidak ketulungan, selain rasanya sedikit pahit (sepet), merangsang selera makan semangkin banyak. Namun sayangnya, jengkol muda agak sulit untuk didapati. Terkecuali jengkol tua, yang warna kulitnya ke coklatan. Namun demikian, ternyata jengkol tua lebih nikmat dari jengkol muda, untuk djadikan lalaban.

Hal ini merupakan temuan baru, berawal dari ketidak sengajaan seorang ibu rumah tangga yang ketika itu banyak membeli jengkol tua. Karena masih banyak kerjaan, jengkol tua itu disimpan olehnya kedalam kulkas, dengan bungkus plastik. Dua hari kemudian, ibu itu punya keinginan untuk memasak jengkol tersebut. Setelah diambilnya dari dalam kulkas, ibu itu sempat kaget, keadaan jengkol itu berubah jadi mengeriput kecil.  

Kulit jengkol itu terlihat lebih mudah terkelupas, dan dibagian pangkal jengkol itu juga nampak tumbuh, sejenis akar untuk tunasnya tumbuh dan berkembang. Walaupun bentuk jengkol sudah seperti itu, ibu yang masih berdarah Minang ini langsung mencuci dan menggorengnya, untuk dibuat sambal. Kebetulan, suami ibu itu punya selera berbeda, senang makan jengkol mentah, untuk dijadikan lalaban makan sama nasi.     

Akhirnya, suami ibu itu mengambil 6 buah jengkol mentah yang sudah terbelah dua. Setelah dicuci, kulit jengkol itu dibuangnya. Kemudian dimakannya bersama nasi dan lauk pauk yang ada, kemudian suami ibu itu berkata " waaaah. Ternyata jengkol tua yang disimpan selama dua hari dua malam di kulkas, rasanya lebih nikmat dari jengkol muda. Rasa keres-kresnya lebih garing dari jengkol yang muda," katanya.   

Saking nikmatnya makan seperti di kampung. Suami ibu itu yang biasanya hanya makan nasi cukup satu piring, namun pada saat makan dengan lalaban jengkol itu bertabah menjadi dua piring. Cerita ini sengaja dituangkan oleh penulis, selain bisa dicoba oleh pembaca yang doyan makan pakai lalaban. Cerita ini juga merupakan pelajaran yang bisa diambil hikmahnya, terkait urusan makan, bukan hanya menu yang disajikan, tetapi selera makan, lebih membahagiakan.

Masalah selera makan, menggunakan ulam (Lalaban), merupakan tradisi turun temurun, sejak ratusan tahun yang lalu, dari nenek- moyang kita, sebagai bangsa Indonesia. Bahkan, hingga saat ini, tradisi daerah (makan nasi dengan lalaban), masih sulit untuk ditinggalkan, walaupun yang disajikan untuk makan nasi dengan berbagai menu terkini.

Lalaban, memang banyak jenisnya yang sering digunakan, sebagai perangsang selera makan. Seperti halnya, ada yang doyan lalaban dengan daun cikur (Kencur muda), Pucuk Ubu kayu, daun muda buah Kates (Pepaya), buah terong bulat yang berwarna ungu, daun kemangi, pete. Semua lalaban ini enak dimakan bersama sambal mentah, nasi panas. Walaupun dengan lauk seadanya. Makan seperti ini jauh dari gangguan kolestrol.***  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline