Lihat ke Halaman Asli

Derita Ibu Kota

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Beberapa hari yang lalu tepatnya Minggu, (12/1/2014)  mengingatkan kita kepada kejadian duka yang menimpa ibu kota. Banjir, adalah satu kata dan terdapat 5 huruf yang sangat melekat di ibu kota kita ini, istilah tersebut tidak bisa kita jauhi dalam penyebutan nama ibu kota Indonesia ini, banjir yang menimpa jakarta meninggalkan banyak duka bagi semua warga Jakarta, banjir yang tak kunjung henti yang terjadi setiap tahunnya seolah-olah sudah menjadi ancaman alam tersendiri bagi masyarakatnya. Ketika banjir tentunya tak lepas dari mata kita sebuah genangan air yg diatasnya terapung tumpukan-tumpukan sampah yang dibawah oleh genangan air tersebut, rata-rata semua sampah adalah sampah Non-organik yang tidak dapat di serap oleh tanah. Semua sampah ini tentunya berasal dari beberapa kali di Jakarta, kali Ciliwung salah satunya merupakan tempat pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal disekitar kali tersebut. Apakah disini kita menyalahkan petugas kebersihan ibu kota? Tentu tidak bisa kita menyalahkan petugas tersebut, yang pastinya mereka telah melakukan pekerjaannya dengan semaksimal mungkin tapi minim dari segi dukungan masyarakat.

Kita juga tidak bisa menyalahkan Pemerintah ataupun gubernur Jakarta disini, karna Joko widodo dipilih dari lapisan masyarakat, yang artinya masyarakat juga harus berperan aktif dalam upaya penanggulangan banjir di ibu kota dengan tidak membuang sampah sembarangan. Tentu Harus adanya kerja sama yang baik antara pemerintah kota Jakarta dan masyarakat sehingga banjir dapat di tanggulangi. Upaya dari pemerintah jakarta yang diwakili oleh guberur Joko widodo sudah mulai maksimal, tentu kita tidak bisa memastikan perubahannya dengan signifikan yaitu dengan cara langsung dari 1 menuju 5, tentu perubahan perlunya dilakukan bertahap dari 1 menjadi 2, 2 jadi 3 dan seterusnya, namun langkah gurbernur Jakarta ini tentu kita nilai sudah sangat luar biasa dengan memperbaiki fasilitas rusun (rumah susun) yang dapat dihuni oleh masyarakat yang tinggal didaerah pemukiman kumuh ataupun yang hidup disekitar pinggiran kali. Jokowi juga memperbaiki beberapa pintu air yang berada di Jakarta sehingga dapat menghitung ketinggian air sebagai fungsi informasi siaga banjir bagi masyarakat Jakarta.

Jika total kepadatan penduduk Jakarta terus bertambah maka kita bisa melihat beberapa tahun kedepan tepatnya 2017 Jakarta akan macet total, langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Jakarta yaitu dengan melakukan Transmigrasi (mengembalikan masyarakat perantauan kembali kedaerahnya). Apa salahnya masyarakat yang merantau ke Jakarta kembali bekerja di kampungnya dan bersama membangun negri asalnya dari pada hanya menambah 'sampah busuk' di kota Metropolitan ini. Jika langkah tersebut dilakukan dengan kerja sama Pemerintah Jakarta dan masyarakatnya dengan baik, maka tak dipungkiri kemacetan di ibu kota akan berkurang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline