Lihat ke Halaman Asli

Sengketa Pilkades, Mau Curhat ke Mana ?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pilkades kab.bekasi

Minggu tanggal 9 september yang lalu, telah sukses di laksanakannya Pemilihan Kepala Desa pada 147 desa di wilayah Kabupaten Bekasi, hiruk pikuk kegembiraan, kesenangan dan kepuasan sangat terlihat jelas pada senyuman para kader dan calon terpilih , bahakkan tawa di iringi gelegar miniatur Bom alias petasan yang katanya berdaya ledak rendah namun cukup membuat kaget juga, menandakan kemenangan dan final proses yang begitu panjang melelahkan, bukti telah sukses bermain pada sisi perasaan sensitif yang buta dan minim logika.bersambut dengan itu, kesedihan, kehampaan, bahkan lesu seolah tanpa harapan nampak secara samar dari para kader dan calon yang kurang beruntung untuk terpilih.

Proses itu, bukan tidak mengorbankan harga? Harga sebuah persaudaraan, harga sebuah pemikiran kritis, harga sebuah komitmen, dan harga-harga lainnya dari yang tidak berharga hingga yang tak ternilai harganya, telah habis tergadai dengan yang namanya dukungan buta, pemahaman pragmatis bahwa kandidat yang saya dan kami dukung adalah segalanya, dan segalanya hanya untuk kemenangan. Walau dengan apapun caranya. Ber alih-alih Demokrasi sebagai muara pembenaran, yang sebenarnya tidak satupun saat ini manusia yang dapat mendemonstrasikan kebenaran yang di anggap absolut itu sebagai suatu cara apalagi solusi.

Warisan permasalahan dari proses pesta singkat yang melelahkan itu masih banyak meninggalkan jejak pekerjaan rumah yang mau tidak mau menyita perhatian untuk sekedar menggelitik pikiran kritis, tentunya bagi mereka yang rajin berfikir, namun tidak bagi sebagian orang yang menganggap sebatas angin dan bau anyir lewat, hinggap sebentar tanpa meninggalkan bekas pada hidung dan telinganya karena terkoneksi dengan memory tertanam di otak dengan satu perintah hanya sebatas mencukupi dari harga sebuah isi perut. miris tapi banyak juga yang bangga.

Seperti biasa saya menulis sebuah topik bukan karena sebab, tapi merupakan sebuah hasil sharing serius dari salah satu calon yang kebetulan kurang beruntung untuk memenangkan ajang tersebut dari desa tetangga, namun masih menyisakkan permasalahan yang sangat serius, bukan karena harta benda, kehormatan, pertaruhan gengsi, namun permasalahan dalam akumulasi wujud yang namanya perkara hukum, namun bukan bentuk perkaranya yang saya coba sentuh dalam tulisan ini, akan tetapi bagimana penyelasaian secara hukum dari segala bentuk perkara hukum yang timbul dari proses pemilihan kepala desa ini, sebelum panjang lebar penulis membahas permasalahan ini perlu di garis bawahi bahwa penulis bukanlah orang yang pakar dalam bidang hukum, namun hanya sebatas orang yang selalu belajar terutama dalam bidang hukum, singkat kata penulis tidak menyuguhkan kebenaran absolut, dan selalu menerima masukkan,dan berusaha untuk tidak anti kritik.

Sebagaimana yang telah saya singgung di atas bukan hanya proses pemilihan kepala desa yang mempunyai resiko bersinggungan dengan hukum, setiap kegiatan, pekerjaan bahkan pemikiranpun pasti bersinggungan dengan hukum, karena kita sekalian adalah bagian dari objek hukum itu sendiri.

lantas kemudian bagaimana jika dalam proses yang kita sebut pemilihan kepala desa tersebut meninggalkan dan menimbulkan permasalahan hukum ?, bagaimana penyelesaiannya ?, dan siapa yang mempunyai kewenangan dalam menyelesaikan serta memutuskan perkara seputar sengketa atau perkara yang timbul dari proses pemilihan kepala desa ini ?. Di sini Penulis akan mencoba untuk memaparkan lebih serius sebatas pemahaman yang tentunya sangat terbatas.

Pemilihan kepala desa (pilkades) termasuk salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Pengaturan penyelenggaraan pemilihan kepala desa secara garis besar ditentukan dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian harus diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah, di Kabupaten bekasi kita mengenal PERDA No.5 tahun 2006 tentang tata cara pemilihan Kades, pemberhentian dan pelantikkannya .

Pada Pasal 203 UU 32/2004 menentukan :

  1. Kepala desa dipilih oleh dan dari penduduk desa warga Negara RI yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan peraturan daerah yang berpedoman kepada peraturan pemerintah;

  2. calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai Kepala desa

  3. pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline