Lihat ke Halaman Asli

Selamat Natal

Diperbarui: 20 Desember 2016   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap kali menjelang Natal selalu muncul perdebatan: bolehkan mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani? Belakangan malah muncul Fatwa MUI melarang penggunaan atribut natal bagi umat Islam.

Benarkah Islam melarang pengucapan "selamat natal" kepada umat kristiani dan menyebabkan keluar dari Islam (murtad, kafir, opstate)? Jawaban pertanyaan ini tergantung pada sejauh mana pemahaman seseorang terhadap agamanya.

Tulisan ini akan menghadirkan diskursus ulama klasik dan kontemporer terkait bagaimana hukumnya mengucapakan "selamat natal" bagi umat Islam? Ibnu Qayyum al-Jauzi dalam bukunya Ahkam Ahlu al-Dzimah menyatakan: haram mengucapkan selamat (tahniah) atas hari raya umat agama lain.

Alasannya, sebagaimana yang kembali ditegaskan oleh Qasim Hibbatullah bin al-Hasan bin Mansur al-Tabari, Natal adalah perbuatan Munkar. Umat Islam tak boleh menghadiri "pesta kemungkaran". Mengucapkan selamat sama halnya dengan meridloi perbuatan munkar yang mereka lakukan, sehingga dapat memancing kamarahan Tuhan. (Ibnu Qayyum, Ahkam Ahlul al-Dzimmah, vol I, hal. 442)

Sementara al-Razi dalam tafsirnya mengatakan bahwa pergaulan dengan non muslim dibolehkan asalkan sebatas hubungan sosial dan kemanusiaan, tidak menyangkut akidah dan kepercayaan.

Dengan demikian, mengucapkan "selamat natal" jika didasarkan pada asas kemanusiaan, pergaulan sesama anak bangsa dan demi menjaga kerukunan antar umat beragama tidak bermasalah, karena mengandung kemaslahatan. Yaitu menjaga ukhuwah insaniyyah (persaudaraan atas dasar kemanusiaan) dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan atas dasar kebangsaan).

Yusuf al-Qardhawi, ulama kontemporer dari Mesir, menganggap ucapan natal adalah hal biasa yang diucapkan oleh sesama umat manusia, apalagi atas dasar hubungan emosional, seperti ikatan kekerabatan, tetangga, teman kerja, atau kawan sekolah.

Hal senada dikatakan Musthapa al-Zurqa, pakar fiqh terkemuka. Menurutnya, "ucapan natal" adalah "basa-basi" sebagai bagian dari interaksi sosial dan etika pergaulan sosial. Apalagi, sebagaimana yang dikatakan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Islam sendiri sebetulnya mengakui natal (QS. Maryam)

Toleransi Nabi

Dalam soal menjaga keyakinan dan pergaulan agama, Nabi Muhammad SAW sangat toleran dan mengakui  keyakinan agama lain.

Salah satu cerita ini (asbab al-nuzul QS al-Kafirun) membuktikan sikap toleransi Nabi SAW terhadap keyakinan agama lain:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline