Lihat ke Halaman Asli

Roda Jaman Sidoarjo (Bag. 1); Dari Zaman Medang, Sejarah Mencatat Sidoarjo

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

31 Januari 2013 mendatang, Kabupaten Sidoarjo berusia 154 tahun. Perhitungan angka tersebut didapat dari terbitnya Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 atau Staatsblad No 6 per tanggal 31 Januari 1859. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Kabupaten Sidoarjo.

SK tersebut berisi tentang dipecahnya administrasi pemerintahan Kabupaten Surabaya menjadi dua. Yakni Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare. Pemisahan itu ditandai dengan dilantiknya putera Bupati Surabaya, R.A.P Tjokronegoro yang bernama R. Notopuro atau R.T.P Tjokronegoro sebagai bupati Sidokare yang pertama.

Nama Sidoarjo sendiri muncul berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859. Dalam surat itu disebutkan nama Kabupaten Sidokare diganti dengan Kabupaten Sidoarjo.

Namun sejarah keberadaan Sidoarjo sebagai sebuah lingkungan masyarakat dengan segala dinamika sosialnya diperkirakan sudah jauh lebih uzur dari angka tahun itu. Sayang, tak ada artefak sejarah yang menunjukkan sejak kapan wilayah di pesisir utara pulau Jawa itu menjadi sebuah lingkungan sosial.

Menurut Nash (1932) dalam bukunya yang berjudul "hydrogeologie der Brantas vlakte" disebutkan Delta Brantas terbentuk berabad-abad lamanya, dan peranannya penting dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Jawa Timur pada sekitar tahun 950 M - 1500 M.

Kemajuan dan kemunduran kerajaan-kerajaan ini kelihatannya banyak dipengaruhi oleh segala yang terjadi di Delta Brantas. Empat buah kerajaan, yakni Medang, Kahuripan, Jenggala dan Majapahit pernah berlokasi di wilayah delta Brantas.

Bagian-bagian dari kawasan Sidoarjo saat ini mulai disebut dalam catatan sejarah sejak pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur pada pengujung abad ke 9. Kerajaan baru itu dinamakan Medang Kamulan.

Sejak zaman Kerajaan Medang, Delta Brantas yang dibentuk dua sungai (Kali Mas dan Kali Porong) diolah dengan baik. Muara Brantas dijadikan pelabuhan untuk perdagangan. Ibukota kerajaan didirikan dan dinamakan Kahuripan yang diperkirakan letaknya di dekat desa Tulangan, utara Kali Porong, di sebelah barat Tanggulangin.

Di tahun 1990 Denys Lombard, ahli sejarah berkebangsaan Prancis menulis tiga volume tebal buku sejarah Jawa yang berjudul "Le Carrefour Javanais - Essai d'Histoire Globale". Dalam buku itu ia menulis tentang "Prasasti Kelagyan" zaman Erlangga bercandra sengkala 959 Caka (1037 M). Kelagyan diperkirakan adalah nama desa Kelagen yang sekarang berada di utara Kali Porong.

Prasasti Kelagyan mmenceritakan bahwa pada suatu hari sungai Brantas yang semula mengalir ke utara tiba-tiba mengalir ke timur memutuskan hubungan negeri Jenggala dengan laut, merusak tanaman dan menggenangi rumah-rumah penduduk.

Erlangga bertindak dengan membangun bendungan besar di Waringin Pitu dan memaksa sungai kembali mengalir ke utara. Mungkin, inilah yang disebut sebagai bencana "Banyu Pindah" dalam buku Pararaton.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline