Lihat ke Halaman Asli

Review film "Tenggelamnya kapal Van Der Wijk" (part1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebuah karya tulis Buya Hamka sungguh apik dan membuat orang yang membaca bukunya meneteskan air mata. Selain itu juga, pesan dan moral yang di tuangkan melalui cerita yang menggugah membuat para pembacanya ikut terbawa kemasa lampau. Cerita yang berlatarbelakang bumi minang Sumatera Barat pada tahun 1930-1931 begitu kentalnya budaya dan adat istiadat membawa nilai istimewa dalam novel ini. Yaitu novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk”. Yang tahun lalu dijadikan sebuah film dengan judul yang sama “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk”.

Namun, yang menarik bagi penulis untuk di bedah dalam film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk”. Adalah bagaimana tokoh utama yang di perankan oleh Herjunot Ali sebagai tokoh Zainuddin dari Makassar yang merantau ke Batuih untuk mencari ilmu agama dan tinggal di rumah saudara ayahnya yang asli orang Sumatera Barat. Namun, saat menuntut ilmu di tempat kelahiran ayahnya. Disanalah awal cerita terjadinya konflik. Dimana Zainuddin di jahui oleh teman-teman pengajiannya dikarenakan Zainuddin bukan asli suku sana (Sumatera Barat). Zainuddin pun menulis surat kepada Hayati, karena Hayati dan Zainuddin adanya kesamaan yaitu sama-sama anak yatim piatu yang di tinggal kedua orang tuanya. Tulisan-tulisan yang diberikan kepada Hayati pun membuat hati Hayati ikut merasakan apa yang di rasakan kepada Zainuddin.

Zainuddin sering menulis surat kepada Hayati yang isinya mengungkapkan kegelisahan namun disisipi pula perasaan sukanya kepada Hayati. Perasaan cinta Zainuddin pun disambut oleh Hayati. Akan tetapi, percintaan mereka tidak direstui oleh keluarga Hayati yang menanggap bahwa Zainuddin bukan keturunan minangkabau dan bukan keturunan orang bangsawan. Dengan tidak adanya restu dari keluarga besar Hayati maka Zainuddin terusir dari daerah tempat tinggal ayahnya, dan merantau ke Padang Panjang untuk melanjutkan pendidikan agama. Zainuddin tinggal bersama dengan saudaranya.

Zainuddin dan Hayati saling berbalas surat hingga pada akhirnya mereka dipertemukan di salah satu acara pacuan kuda. Hayati dan Zainuddin hanya bertemu sesaat di tempat pacuan kuda.

Kecantikan Hayati membuat hati Burhan kepincut. Sepulang dari Padang Panjang keluarga besar Hayati melaksanakan Musyawarah memutuskan pinangan siapakah yang berhak menjadi pinangan calon suami dari Hayati. Zainuddin ataukah Burhan. Dengan berbagai pertimbangan keluarga Hayati memutuskan Burhanlah yang berhak menjadi pendamping Hayati. Dengan kabar tersebut membuat luka hati Zainuddin yang sangat mencintai Hayati. Keterpurukan akibat tertolaknya cinta Hayati membuat Zainuddin sakit berbulan-bulan.

Dan dengan bantuan Muluk, Zainuddin bangkit dari keterpurukan. Mereka merantau ke Batavia untuk mencari peruntungan dengan bekerja sebagai penulis lepas. Tulisan yang dibuat Zainuddin membuat kepincut salah satu pemilik surat kabar. Kesuksesan Zainuddin di negeri Batavia telah memberikan bukti bahwa dengan sebuah keyakinan dan bangkit dari keterpurukan maka kesuksesan akan segera datang dan tiba menyambutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline