Lihat ke Halaman Asli

Tontonan yang Bukan Tuntunan

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Niat nonton berita terkini Tanah Air di stasiun berita Indonesia, eh, malah nyangkut di sebuah stasiun televisi swasta lainnya. Nggak sengaja, karena curiosity, akhirnya saya nonton acara tersebut dulu beberap menit. Hasilnya; tontonan yang berpotensi menjadi tuntunan masyarakat Indonesia seperti inilah yang mengantarkan negeri Nusantara selalu dirundung musibah dan bencana.

Awal kali tayangan yang muncul di layar dan terekam mata saat menontonnya; beberapa iklan minuman mineral, energi, dan obat sirup. Saya amati, tidak sengaja tetapi terpikirkan, ternyata dari ketiga iklan tersebut menampilkan bentuk tontonan sampah yang layak digugat. Bukan untuk menggugat ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau lembaga institusional negara lainnya, tetapi saya ingin “menggugat” awareness orang tua dan pihak-pihak pendidik muslim.

Anda tahu? Bahwa yang saya tonton dari iklan selintas tersebut membuat saya geram sekaligus sedih. Geram, karena begitu meluasnya tontonan yang semestinya tidak tersebar begitu mudahnya sehingga berpotensi menjadi tuntunan bagi masyarakat yang awam agamanya. Sedih, karena alternatif tontonan yang patut jadi tuntunan masih minim lagi kurang diketahui luas oleh masyarakat umum.(1)

Mengapa terkumpul dua sikap hati di atas pada diri saya di atas? Karena, ketiga tayangan iklan dari minuman hingga obat sirup tersebut, yang saya tonton saat itu, sadar atau tidak sadar turut berperan menggiring masyarakat agar meniru perbuatan yang menyelisihi sunnah dalam agama Islam.(2) Kok bisa?

Ya, di antaranya praktek bintang iklan yang menenggak minuman atau obat sirup dengan menggunakan tangan kiri. Padahal, bagi seorang muslim yang aware dengan sunnah-nya, dipastikan tidak akan mempratekkan makan dan minum dengan tangan kiri.(3)

Barangkali, ada yang menyanggah, bahwa itu sekedar tontonan iklan, sehingga tidak perlu berlebihan meresponnya, apalagi kekuatiran imitasi atas perbuatan sang bintang iklan. Lagi pula, yang ingin dijual adalah produk yang diiklan-kan, bukan gaya mengkonsumsinya. Sesederhana ini kah?

Awal bulan Juni depan, ada suatu konser musik penyanyi wanita yang sudah dinyatakan tidak akan diizinkan oleh pihak berwenang di Jakarta. Suara pro-kontra bermunculan. Bagi seorang liberalis atau masyarakat yang beragama sebatas kulitnya saja, menganggap pelarangan tersebut mengada-ada bahkan ada sindiran kepada pihak-pihak yang tidak setuju dengan konser tersebut dijuluki sebagai ‘sok moralis.’ Mereka juga menganggap bahwa semestinya yang dilihat adalah sisi kreativitas sang penyanyi, kerja kerasnya, dan seterusnya.


Inilah yang membedakan, worldview yang bersumber dari seorang muslim abal-abal dengan yang kaffah (menyeluruh). Yang satu melihat agama terbatas ritual-ibadah tetapi mengacuhkan pengaruh eksternal yang merusak stabilitas iman dan Islamnya. Sehingga, tercampurlah antara yang haqq dan bathil, padahal ini tidak mungkin bersatu pada diri seorang mukmin(4). Tapi yang benar, berislam secara totalitas (kaaffah), bahwa apapun yang menyelisihi sunnah agama Islam, hendaknya dihindarkan jauh-jauh. Jikapun tidak terjatuh kepada keharaman, at least, pintu syubhat terbuka lebar.(5)

Praktik meminum dengan tangan kiri yang diiklankan –sengaja diskenario karena kejahilan sutradara atau tidak– untuk sebuah iklan produk, hingga westernisasi dengan rumusnya 3 F (Fun Fashion Food) sudah terasa benar pengaruhnya di kalangan umat Islam. Disadari atau tidak, dengan seringnya ditonton, maka proses deislamisasi telah dan akan terus terjadi hingga akhir kiamat kelak, sebagai manifestasi pertempuran tiada henti antara haqq dan bathil. (6)

Dan, yang membuat saya lebih kuatir tentang nasib bangsa Indonesia, bukan sekedar karena tontonan iklan di atas. Tetapi, acara inti sebenarnya yang 60 menit dengan selingan iklan sampah yang beberapa detik saja. Tahukah acara apa yang saya maksud? Ya, acara yang mengambil lokasi di sebuah tempat di alas di daerah Jawa Tengah, shooting jam 2 dini hari, dengan narasi cerita tempat tersebut sebagai lokasi lahirnya “wewe gembel.” Subhanallah!

Lihatlah, betapa masyarakat Indonesia masih saja terjangkiti virus TBC (Takhayul Bid’ah Churafat) yang kronis. Di saat dakwah para ustadz beken di layar-layar kaca negeri kita, yang sedikit saja bertemakan tauhid dan lebih kental entertaiment-nya, tontonan mistis “uji nyali” di tempat-tempat yang dianggap keramat, penuh syetan, perburuan hantu, memanggil arwah, berdialog dengan alam ghaib, menganggap sesuatu atau tempat tertentu memiliki kekuatan, membuat sesajen untuk persembahan makhluk halus, dan seterusnya yang sejenisnya, tampil menjadi tontonan di televisi yang tiada kuasa dihentikan, hatta KPI sekalipun? Dan, ingatkah kita, bahwa murka Allah bukan hanya kepada yang melakukan kedzaliman semata, tetapi meliputi orang yang beriman juga. Dan sebesar-besarnya perbuatan dzalim adalah menyekutukan Allah. Perhatikan firman Allah ta’ala ini: ”Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah, bahwa Allah amat keras siksa-Nya.” (QS al-Anfal: 25). Dan, “Sesungguhnya manusia, jika mereka melihat kemunkaran, sedangkan mereka tidak mengubahnya, maka datanglah saatnya Allah menjatuhkan siksa-Nya secara umum.” (HR Abu Daud).

Maka, tidak diragukan, selama tontonan seperti ini masih memiliki rating yang tinggi dan menjadi tuntunan, tidak ada jaminan Indonesia akan menjelma baldatun tayyibah wa robbun ghafuur, wallahul must’an. [5/20/12]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline