Lihat ke Halaman Asli

KEKERASAN TAK BERTEPI?

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KEKERASAN TAK BERTEPI?

Oleh : ADE AKHMAD ILYASAK, S.H.

Pemerhati masalah sosial dan peserta Sekolah Demokrasi Aceh Utara

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (pada orang yang berbuat jahat pada kita) maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya DIA tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Asy Syuura (42): 40).

Memang kadang kala, kemudaratan besar muncul dari mimpi yang luhur.

Di Kamboja, tiga dekade silam, tepatnya pada 1979, Pol Pot menancapkan sebuah pancang raksasa. Dari sebuah titik nol itu, ia dan kawan-kawan Khmer Merahnya mau menguburkan masa lalu yang korup, busuk, dan kotor. Membangun masyarakat baru yang adil-makmur, dengan kelas buruh taninya yang bebas dari segala eksploitasi.

Di Afganistan, pada 1996, Kabul jatuh ke tangan Taliban. Sejak itu, Taliban yang berkuasa tak mengalihkan pandangannya dari satu model: masyarakat islami, lepas dari Barat yang materialistis, egoistis, eksploitatif, dan hedonistis. Membebaskan masyarakat Afganistan dari penyakit-penyakit sosial, buah peradaban kapitalistis modern, seraya mengembalikan nilai-nilai lama. Dan itu bisa ditempuh melalui jalan apa pun: dari yang sifatnya superfisial hingga yang fatal (http://www.tempo.co.id/majalah/free/opi-1.html ).

Maka, di Afganistan, Taliban cepat memerangi para penentang ide itu, menggerakkan polisi moralnya untuk mengawasi perempuan membungkus tubuhnya baik-baik, melarang perempuan kuliah di universitas, dan memaksa lelaki memelihara jenggot. Di Kamboja, Khmer Merah mendirikan panggung mengerikan atau killing fields—tempat mereka membantai orang yang tidak sehaluan atau yang dianggap menghalangi niat luhur itu. Dan di Indonesia, di Bali, sekelompok orang meledakkan klub malam pada 2002, menewaskan 202 orang turis dan warga sendiri. Lantas berturut-turut giliran Hotel Marriott (2003), Kedutaan Besar Australia (2004), dan Bali lagi (2005). Menegakkan “Keadilan” dengan menghilangkan hak hidup orang lain. Yang membedakan pelaku teror dari anggota masyarakat lain adalah hal yang bersembunyi dalam pikirannya: mereka orang yang hidup dengan mimpi luar biasa itu (ibid).

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut.Selain bersifat universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. [Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta, ISBN : 979-84960-3-4 Cetakan Pertama, Maret 2008]

Mengapa OSAMA BIN LADEN tak mendapatkan Haknya ya??? Apa perlu kita mengirimkan buku terbitan PUSHAM UII ttg Hukum Hak Asasi Manusia ke Gedung Putih ??? Kira-kira bakal seperti apakah tanggapan Om Obama bin Barrack Husein ??

Lantas jika masyarakat muslim dunia menggunakan cara-cara pembalasan ala Amerika dalam mengeksekusi musuh-musuhnya. Itu sama saja dengan mengabadikan kekerasan di muka bumi yang cuma satu ini. Mari kita do'akan saja semoga penegakan HAM tak lagi pernah pilih-pilih bulu. Tidaklah menjadi hina jika kita lebih dahulu mema'afkan sebagai cermin kemuliaan Islam sebagaimana termuat dalam QS. Asy Syuura (42): 40 diawal tulisan ini.

DUHAM (Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia ) dan Islam sangat setuju bahwa sebengis dan sebejat apapun seseorang, janganlah dijadikan pembenaran untuk mewarisi kebejatan itu. Dalam hal Osama, sekalipun benar bahwa dialah dalang utama dari maraknya aksi teror seperti yang diberitakan selama ini, biarkan kebiadaban itu jadi milik Osama seorang. Merayakan kematiannya dengan sorak kemenangan, sesungguhnya hanyalah merupakan pelampiasan nafsu dendam, yang justru merupakan langkah jitu untuk mewarisi kebiadaban (sustainbale violence) itu sendiri.

Saya sangat ..sangat .. haqul yakin tak satupun ulama dimuka bumi ini mengingkari QS. Asy Syuura (42): 40 jauh lebih bermakna dari HAM mana pun.

Kita harus tegas berpihak kepada sikap anti kekerasan, kepada kecintaan atas perdamaian dan atas penghormatan kepada kamanusiaan. Bahwa ada perang di dalam kesejarahan umat manusia, tak bisa dipungkiri sebagai realita sejarah. Tapi bisa saja kita bersikap menolak sesuatu yang nyata-nyata ada, sama dengan sikap yang menolak kejahatan yang nyata-nyata ada, bahkan sejak dunia ini diciptakan kejahatan terus ada, tetapi kita mesti menolaknya. Mengakui sesuatu ada di dalam realitas bukanlah berarti kita mesti menerimanya (http://www.facebook.com/notes/ahmad-taufan-damanik/kekerasan-tanpa-ujung).

Melangkahlah dimuka bumi ini dengan jujur, adil, amanah, anti diskriminasi dan menolak segala bentuk intimidasi, pererat ukhuwah Islamiyah jadikan Islam sebagai way of life bukan hanya sekedar menjadikannya topeng untuk kepentingan jangka pendek demi mengabadikan kepentingan kelompok atau perseorangan saja. Karena peradaban Islam yang mulia akan terlihat sebagai rahmat bagi seluruh alam jika menjalankan syariat Islam adalah wajib bagi para pemeluknya. Bagi kalangan non Muslim, biarlah hidayah Allah yang menentukannya.

Secara kodrati sedikitnya ada tiga pilihan sebagai azas keseimbangan. Sebagaimana Kiri ada sebagai penyeimbang Kanan, keduanya dihubungkan oleh poros tengah sebagai penengah agar ada harmoni yang menegaskan keberadaan kiri dan kanan. demikian juga dengan pilihan, ada hak untuk memilih ada hak untuk dipilih dan ada juga hak untuk menolak untuk dipilih dan memilih.

Sebelum memilih manusia juga diwajibkan untuk membaca (Iqro’), mengaji (dari kata dasar Kaji), menela'ah dengan pikiran dan hati kecilnya barulah dia (manusia) layak untuk memutuskan pilihannya.

Maka bijaksanalah sebelum membuat pilihan dalam segenap aspek perilaku hidup dan berkehidupan di muka bumi Allah ini. Semoga kedamaian abadi dan keadilan sosial beserta kita. Ataukah anda malah setuju bahwa kekerasan tiada bertepi?

###

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline