Kawan :), please permite me to say something here... Mohon maaf apabila saya mengganggu aktivitas Anda semua. Artikel ini sebenarnya saya persembahkan untuk forum facebook, 'Debat Agama dan Budaya'. Kemudian saya berpikir bahwa sebahagian orang memang ada menganggap bahwa agama hanya sebagai identitas belaka, padahal jika berpikir lebih mendalam terdapat dimensi-dimensi yang belum terilmunasikan, dan melihat belum banyaknya orang yang membahas hal ini. Apapun yang kita benarkan saat ini sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan, terutama keluarga. Bukti realnya agama yang dianut seorang anak biasanya akan sama dengan agama yang dianut oleh orang tuanya. Oleh karena itu sesungguhnya 'efektivitas imanen' terjadi seharusnya terjadi saat seseorang dewasa, karena pada saat itulah seseorang telah mampu menggunakan rasionya. So... mari kita saling bertanya mengenai agama-agama tanpa didorong 'external motive' mari saling ungkapkan ayat-ayat kitab masing2 tanpa 'diskriminasi' apalagi saling cacimaki. Karena meurut saya agama itu bukan hanya sebagai identitasa tetapi juga 'Key Hereafter' atau kunci alam setelah manusia tidak di dunia. Dan mau tidak mau diantara semua agama ini tentu hanya satu yang menjadi 'Key Hereafter' itu. Agama apakah itu? Setiap agama kita ketahui tidak ada yang memerintahkan mencuri, lacur, membunuh, dsb. Semua hanya tergantung dengan ekspresi keagamaan seseorang, seyogyanya kita memandang suatu agama dengan objektif, dengan kata lain jangan menyalahkan agama apabila terjadi perbuatan buruk yang dilakukan seseorang. Karena setiap orang ada yang menafsirkan teks-teks agama tidak semuanya tepat. Sekarang persoalannya bukan lagi hubungan antar-manusia, tetapi juga kita harus memahami hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Apakah benar Tuhan itu bisa dijangkau oleh panca-indra? Jika demikian, berarti samakah Tuhan dengan yang lainnya jika dikatakan Tuhan bisa dijangku oleh panca-indra? Namun jika wujudnya tidak diketahui, kemana kita harus menghadap karena ketidaktahuan terhadap keberadaan-Nya? Haruskah ada suatu simbol yang dibuat untuk menghadap? Itu mungkin sebahagian pertanyaan rasional yang saya yakin ada dalam benak setiap pemeluk agama. Semua pertanyaan itu tentu hanya bisa dijawab oleh teks-teks wahyu dari Tuhan, bukan buatan manusia. Bagaimana kita mengetahui teks-teks tsb dari Tuhan? Tentunya kita dapat menelaah masing-masing kitab suci, adakah yang ganjil dengan sifat Ketuhanan? Atau memang semuanya telah valid dan equivalen dengan sifat Ketuhanan? Sedikit menyinggung penelitian agama oleh Emile Durheum yang mengatakan bahwa asal sebuah agama itu monotheis, artinya Tuhan yang Esa. Karena analoginya sesuatu yang Mahadahsyat itu tidak akan ada yang menandingi, menyamai dan tidak patut disamakan dan digambar-gambarkan dengan makhluk lain. Jadi kebenaran senantiasa SATU adanya. Mungkin di dunia, kita masih bisa berselisih. Namun di alam 'Hereafter' itu tidak ada satupun yang bisa disangkal, dan disanalah kebenaran sesungguhnya terungkap. Tentunya saat itu ada golongan yang menyesal, dan ada yang bahagia. Mungkin semua pemeluk agama bisa saling 'bertaruh')*, agama apa yang benar-benar the truth of God. )*Saya bahasakan bertaruh tentunya bukan maksud menganggap agama sebagai bahan taruhan, tetapi maksud saya sesuatu yang kita pegang sekarang akan mendapatkan ganjarannya nanti, 'reward or punishment'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H